Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/07/2013, 10:03 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -
Ribuan korban gempa yang kini tinggal di pengungsian di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh terancam mengalami trauma berkepanjanganPeristiwa gempa pada Selasa (2/7/2013) lalu menambah berat beban psikologis pengungsi, terutama bagi mereka yang belum dapat melupakan bencana sebelumnya beberapa tahun silam.

"Pengungsi Aceh berisiko mengalami trauma berkepanjangan. Terutama bagi yang belum bisa melupakan kejadian pada 2004," kata Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI, dr. Diah Setia Utami ketika dihubungi pada Senin (8/7/2013) kemarin.

Gempa berkekuatan 6,2 SR mengguncang propinsi paling barat Indonesia tersebut pada Selasa pekan lalu sekitar pukul 14.40 WIB.  Bencana ini merupakan yang ketiga dalam kurun 9 tahun terakhir. Pada Desember 2004, Aceh pernah dihempas gempa berkekuatan 9,1 SR yang menewaskan ratusan ribu orang. Sedangkan pada April 2012 lalu, warga Aceh kembali dibuat panik dengan gempa berskala 8,5 SR.

Menurut Diah, kemungkinan saat ini terdapat 10-15 persen pengungsi yang berpotensi mengalami trauma berkepanjangan. Trauma berkepanjangan dapat memunculkan depresi dan rasa putus asa. Bahkan, menurut Diah, bukan tidak mungkin beberapa di antara pengungsi akan melakukan bunuh diri.

"Oleh karena itu, untuk penanganan gempa yang kedua ini, kami akan memperdalam assesment. Tidak hanya mengisi kuisioner, pengungsi juga akan melakukan wawancara," kata Diah.

Diah mencontohkan, bila korban menyatakan mengalami gejala depresi, maka wawancara akan mengacu pada berapa lama gejala tersebut dirasakan. Hasil wawancara dan kuisioner akan menjadi bahan diagnosa.

Pengungsi yang mengalami gejala berat, misal halusinasi, akan langsung dibawa ke Rumah Sakit Jiwa setempat. Sedangkan yang lain akan mendapat penanganan sesuai gejala yang dirasakan. Penanganan menyeluruh, kata Diah, sesuai untuk korban Aceh yang berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.

Trauma berkepanjangan sendiri bisa dilihat dari cara korban menerima keadaan. Diah mengatakan, pada 3 bulan pertama biasanya seseorang akan jatuh sedih dan seolah menyerah. Pada 4-6 bulan selanjutnya, korban mulai bangkit menata hidup. Pada korban dengan trauma, tanda ini tidak akan terlihat. Korban terlihat putus asa dan ketakutan untuk melangkah.

Saat ini, kata Diah Kementerian Kesehatan sudah mengirim kurang lebih 4 dokter ahli jiwa dan sejumlah perawat. "Nantinya kita akan berkoordinasi dengan pemprov Aceh terkait penanganan psikologi. Psikis yang sehat menentukan kesiapan masyarakat Aceh untuk maju dan menerima kenyataan, mengikhlaskan, serta berlajar dari pengalaman," kata Diah.

Sampai saat ini, berdasarkan data Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI terdapat 43.123 pengungsi gempa Aceh. Sebanyak 167 orang mengalami luka, 7 orang menghilang, dan jumlah korban meninggal hingga Sabtu (6/7) mencapai 39 orang.

Selain orang dewasa, kata Diah, anak-anak juga berpotensi mengalami trauma. Namun pada anak, penanganannya relatif lebih mudah.  "Biasanya anak yang mengalami trauma berusia 7 tahun lebih," katanya.

Usia 7 tahun adalah saat anak mulai bersekolah. Di masa ini, kemampuan kognitif anak mulai berjalan sehingga anak mampu menganalisa apa yang terjadi. Hasil pemikiran berisiko memunculkan trauma.

Penanganan trauma anak, lanjut Diah, sepenuhnya bergantung pada lingkungan. Bila lingkungan mendukung, maka anak akan cepat pulih dari trauma. Hal ini berbeda pada orang dewasa, yang cenderung bergantung pada diri sendiri. "Selama pengungsian dan pendidikan mendukung, maka anak lebih mudah menerima dan melupakan apa yang terjadi," kata Diah.

Penanganan pada anak, kata Diah, akan dilakukan sesuai dengan dunianya. Misalnya lewat bermain dan menggambar. Hasil gambar dan karakter saat main menjadi bahan terapi pemulihan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com