Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien Gangguan Jiwa Bisa Dirawat di Lingkungan Masyarakat

Kompas.com - 16/07/2013, 10:47 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com
- Penyakit atau gangguan kejiwaan masih menimbulkan stigma negatif di masyarakat. Para penderitanya seolah dianggap tak mungkin lagi tertolong dan diasingkan. Padahal, pasien gangguan kesehatan jiwa bisa sembuh. Penyembuhan bahkan bisa berjalan bersama lingkungan masyarakat.

Hal ini terungkap dalam ujian promosi doktor berjudul Dampak Program Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat Dibandingkan Program Kesehatan Jiwa Berbasis Rumah Sakit Jiwa Terhadap Pemulihan Pasien Psikosis, di Depok pada Senin (15/7).

Hasil riset menemukan, perawatan pasien gangguan jiwa di rumah sakit maupun di lingkungan masyarakat ternyata sama baiknya. "Penelitian menegaskan, dirawat di mana saja efektivitasnya sama. Padahal perawatan di masyarakat lebih murah," kata dr. Sri Idaiani, Sp.KJ dalam disertasinya.

Riset ini menilai efektivitas Program Kesehatan Jiwa Masyarakat Puskesmas (PKJMP), di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini dilakukan pada 2011-2012 di 6 puskemas mencakup Banda Raya, Meuraxa, Kuta Malaka, Kuta Baro, Ingin Jaya, dan Darul Imarah. Riset menggunakan pasien dengan skizofrenia, berusia lebih dari 18 tahun.

Di Aceh  terdapat desa berstatus Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). DSSJ dipimpin paramedis yang mengerti kesehatan jiwa dibantu tokoh masyarakat. Melalui pendekatan lintas sektor, dibangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa. Ida tak menampik, stigma negatif harus terlebih dulu dihilangkan. Perubahan stigma akan memudahkan perawatan pasien dengan gangguan kesehatan jiwa. Namun, perubahan stigma sebetulnya bisa berjalan seiring pengobatan.

"Inti program adalah mendekatkan pasien dengan masyarakat. Dengan program ini, stigma negatif diharapkan hilang perlahan," kata Sri.

Dalam prosesnya, penyembuhan dilakukan bersama perawat yang sudah dilatih terkait gangguan kesehatan jiwa, tokoh agama, masyarakat, dan keluarga pasien. Berbagai komponen dalam masyarakat bersama membantu kesembuhan pasien.

Bila pasien harus berobat, tempat yang pertama dituju adalah puskesmas. Baru setelah itu ke RSU atau RSJ sesuai rekomendasi. Setelah sembuh, masyarakat kembali menerima pasien tersebut. Pasien bisa kembali produktif di lingkungan masyarakatnya.

"Programnya bisa disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat. Karena Aceh kental dengan budaya Islam, maka programnya menyesuaikan," kata Sri.

Melalui PKJMP, proses penyembuhan juga menjadi lebih murah. Ida menyebutkan, seorang pasien skizofrenia bisa menghabiskan Rp. 61.653.155 selama perawatan di rumah sakit. Sementara dengan PKJMP, biaya yang dihabiskan Rp. 28.701.907. Total biaya ini berlaku selama 7 tahun perawatan. Biaya yang jauh lebih murah, menyebabkan PKJMP bisa diterapkan di segala lapisan ekonomi. Hal ini yang kemudian menjadi keunggulan PKJMP.

"Kembangkan PKJMP, murah namun memiliki efektifitas sama dengan rumah sakit. Yakinlah pasien dengan gangguan kesehatan jiwa bisa hidup di tengah masyarakat," kata Sri.

PKJMP juga dapat diterapkan di Jakarta. Asal sudah punya sistem kesehatan yang baik, lanjut Sri, maka PKJMP bukan masalah. Hal yang sama berlaku juga di kota lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com