Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/07/2013, 06:46 WIB

KOMPAS.com — Jumlah remaja umur 15 tahun-19 tahun yang melahirkan dalam lima tahun terakhir meningkat hampir di semua kelompok ekonomi, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan. Jika tidak segera diatasi, persoalan ini akan berpengaruh besar dalam pengelolaan kesehatan ibu dan anak ataupun upaya pengendalian penduduk.

”Di kota, jumlah remaja yang melahirkan naik hampir dua kali lipat,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal saat berkunjung ke kantor Kompas, Jakarta, Senin (22/7). Jika pada tahun 2007 hanya ada 3,9 orang per 1.000 remaja putri yang melahirkan, pada tahun 2012 menjadi 6,9 orang per 1.000 remaja putri.

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar remaja yang melahirkan berpendidikan SD atau SMP. Namun, peningkatan kelahiran terbesar justru pada remaja berpendidikan minimal SMA dan sederajat, mencapai hampir 50 persen.

Kondisi itu mengkhawatirkan. Kehamilan terlalu muda meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi. Banyak remaja putri belum siap dan tidak percaya diri menjadi ibu sehingga kualitas tumbuh kembang anak terancam.

Kehamilan di usia dini membuat masa subur perempuan lebih panjang. Itu akan meningkatkan potensi jumlah anak yang dilahirkan. Pada gilirannya, jumlah penduduk akan makin sulit dikendalikan. Pemerataan peningkatan kualitas hidup masyarakat makin sulit diperbaiki.

Untuk mengendalikan jumlah kelahiran pada remaja, BKKBN fokus menggarap remaja. Menurut Fasli, ada 9 juta siswa yang tersebar di 30.000 SMA dan sederajat yang bisa diberdayakan.

Desain kependudukan

Ironisnya, peningkatan jumlah remaja yang melahirkan terjadi saat upaya pengendalian penduduk dan pelaksanaan program keluarga berencana mengalami kemunduran. Dunia mengakui kesuksesan Indonesia mengendalikan penduduk pada dekade 1990-an. Namun, kini, seluruh indikator kependudukan mengalami stagnasi dan kemunduran.

Fasli mengatakan, jumlah rata-rata anak yang dimiliki perempuan usia subur (TFR) stagnan di angka 2,6 selama 5 tahun. ”Target TFR 2,1 diundur dari tahun 2014 jadi 2025,” ujarnya.

Jumlah pasangan usia subur yang ikut KB (CPR) tak banyak meningkat. Jumlah orang yang mau ber-KB, tetapi tak terjangkau layanan (unmet need) juga tak banyak berubah.

Karena itu, skenario kependudukan yang menjadi rujukan semua sektor harus diperjelas. ”Grand Design (Rancangan Besar) Pembangunan Kependudukan masih menunggu peraturan presiden,” katanya.

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Wendy Hartanto mengatakan, rancangan besar itu berisi rancangan kuantitas, kualitas, dan penyebaran penduduk, pembangunan kesejahteraan, serta data dan informasi kependudukan. ”Grand design dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk mengelola penduduknya,” katanya. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com