Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/10/2013, 17:17 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -Tak bisa dimungkiri, penyakit AIDS dan virus HIV masih menimbulkan stigma negatif. Penderita AIDS bisa dipastikan kerap mendapat tanggapan miring dan dikucilkan masyarakat.

Akibatnya, beberapa orang dengan gejala serangan HIV atau AIDS enggan memeriksakan diri ke lokasi pelayanan kesehatan terdekat. Hal ini memunculkan risiko telat diagnosis yang berujung pada terapi yang tidak segera diberikan.

"Padahal jika tahu infonya penyakit AIDS tidak seharusnya memunculkan stigma negatif. Hal ini mengindikasikan info tentang AIDS harus dekat dengan masyarakat," kata Executive Director Indonesia AIDS Coalition (IAC), Aditya Wardhana, di sela-sela peluncuran AIDS Digital, Senin (28/10/2013) di Jakarta.

Rasa malu akibat minim info juga mengakibatkan seseorang enggan menjalani tes HIV. Adit tak menampik bila sampai saat ini tes HIV masih berkesan menakutkan dan membuat masyarakat enggan melakukannya.

Adit berharap informasi yang tersedia lewat www.aidsdigital.net bisa membuka mata masyarakat tentang virus HIV dan penyakit AIDS. Terutama kepada para generasi muda yang akrab dengan teknologi, dan ibu rumah tangga.

"Ibu rumah tangga menjadi golongan yang rentan tertular HIV dan AIDS dari suami mereka. Ibu rumah tangga wajib tahu seputar HIV, AIDS, dan lokasi yang menyediakan pelayanan dan tes terkait penyakit itu. Apalagi penyakit ini menimbulkan gejala yang tidak sama pada setiap orang," kata Adit.

Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, infeksi baru HIV dan AIDS menyasar kelompok usia muda dan produktif. Pada periode April-Juni 2013, sebanyak 70,7 persen infeksi baru HIV terjadi pada usia 25-49 tahun. Sedangkan kasus AIDS baru sebagian besar terjadi pada rentang usia 30-39 tahun.

Terkait sebaran informasi, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 memyebutkan, hanya 11, 4 persen penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki informasi yang benar tentang HIV dan AIDS.

"Kami berharap adanya sumber info yang bisa diakses umum, akan menekan jumlah penderita HIV dan AIDS. Terbukanya informasi juga diharapkan menghapus diskriminasi dan stigma negatif terkait HIV dan AIDS," kata Kepala Pusat Promosi Kesehatam, Kementrian Kesehatan RI, dr. Lily S. Sulistyowati, MM.

Kecukupan informasi diharapkan akan meningkatkan kesadaran diri terkait serangan dan penularan HIV/AIDS. Selanjutnya masyarakat secara sukarela akan memeriksakan diri, terutama dari komunitas berisiko. Sehingga tenaga kesehatan akan lebih cepat mendiagnosis dan memberi terapi, pada pasien yang terinfeksi HIV atau menderita AIDS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com