Keadaan tersebut dikenal dengan istilah Schadenfreude, perasaan menikmati dari masalah yang sedang diderita orang lain, khususnya yang menjadi saingan diri sendiri. Susan Fiske, salah satu peneliti studi asal Eugene Higgins Professor of Psychology and Public Affairs di Woodrow Wilson School mengatakan, cemburu dan iri sangat berkaitan erat.
"Studi ini bertujuan untuk mengonfirmasi apakah iri dapat membuat orang bahagia jika saingannya sedang mengalami kesulitan," ujar Fiske.
Para peneliti juga melakukan percobaan menggunakan elektromigram (EMG) untuk memonitor perubahan wajah peserta jika dihadapkan dengan situasi sehari-hari. Hasilnya, saat dihadapkan gambar orang sedang kesulitan, mereka cenderung tersenyum dibandingkan dengan dihadapkan keadaan yang sebaliknya.
"Namun itu hanya berlaku bagi orang-orang yang dianggap mereka sebagai saingannya," tegasnya.
Selain menggunakan alat, para peneliti juga bertanya secara langsung pada peserta menggunakan skala 1-9. Angka satu untuk "sangat buruk" dan angka sembilan untuk "sangat baik".
Ternyata, hasilnya sama, peserta menjawab merasa lebih baik saat melihat gambar saingannya sedang dalam situasi sulit.
Sementara itu, para peneliti studi juga menemukan, orang kaya cenderung lebih mudah merasa iri terhadap kenikmatan yang dirasakan saingannya. Misalnya, orang yang saingannya mendapat bonus dari perusahaan atau berpakaian dengan baik, lebih mudah membuat mereka iri.
Studi sebelumnya menemukan, otak manusia menjadi lebih aktif pada daerah yang berhubungan dengan emosi ketika mereka melihat seseorang yang dibenci sedang menderita. Sebaliknya, daerah di otak tersebut cenderung tidak aktif saat melihat orang yang mereka sukai menderita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.