Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/11/2013, 09:03 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com — Diabetes, khususnya tipe 2, bukan lagi penyakit yang hanya dialami orangtua. Bahkan kini telah banyak ditemukan anak-anak yang sudah mengalami gejala pradiabetes atau ambang menuju diabetes tipe 2.

Faktor keturunan dan gaya hidup merupakan dua faktor risiko utama penentu seseorang mengalami penyakit ini. Namun, sering kali orang menganggap remeh faktor risiko tersebut karena menganggap dirinya masih muda.

"Usia hanya merupakan satu dari banyak faktor risiko yang ada, gaya hidup lebih memengaruhi kemungkinan seseorang mengalami diabetes," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama dalam diskusi SOHO #BetterU bertajuk "Diabetes, 'Negara' Ketiga Terbesar di Dunia", di Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Dengan menganggap sepele faktor risiko, tak heran semakin banyak orang yang sudah terkena diabetes dalam usia yang relatif muda, yaitu antara usia 20-30 tahun. Maka, menurut Tjandra, setiap orang perlu mengenali risiko yang mereka miliki untuk mencegah mengalami penyakit tersebut.

Spesialis penyakit dalam, Roy Panusunan Sibarani, mengatakan, jika ibu mengalami diabetes maka risiko seseorang mengalaminya juga adalah 1/7. Sementara itu, jika ayah yang mengalaminya, risikonya sedikit lebih kecil yaitu 1/13.

"Faktor keturunan memang bisa meningkatkan risiko, namun jika seseorang menjalani gaya hidup sehat, dia bisa terbebas dari diabetes," ujar mantan presiden Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) ini.

Faktor gaya hidup terdiri dari pola makan tidak sehat, kebiasaan merokok, kebiasaan kurang olahraga dan bergerak, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Seseorang dapat terbebas dari risiko diabetes jika mengubah kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan yang lebih sehat.

Menurut Roy, hal yang penting juga untuk dilakukan adalah tes gula darah. Melalui indikator tersebut, dapat diketahui kondisi seseorang saat ini, sudah ada dalam kategori normal, pradiabetes, ataupun diabetes.

"Saat sudah mengetahui faktor risiko yang dimiliki, maka itulah yang menentukan periode tes yang harus dilakukan. Untuk satu faktor risiko, seseorang perlu melakukan tes sekali setahun, dua faktor risiko tes dua kali setahun dan seterusnya," tutur Roy yang menjabat sebagai Kepala Klinik Edukasi Diabetes RS Pantai Indah Kapuk ini.

Pemeriksaan kadar gula darah, kata Roy, dibagi menjadi dua yaitu kadar gula darah puasa dan tes toleransi glukosa. Jika pada tes kadar gula darah puasa angkanya kurang dari 100 mg/dl seseorang dinyatakan masih dalam kategori normal. Sementara jika angkanya di atas 100 dan di bawah 126 mg/dl, seseorang sudah masuk dalam kategori pradiabetes. Dan jika angkanya sudah lebih dari 126 mg/dl seseorang sudah mengalami diabetes.

Sementara itu, untuk tes toleransi glukosa, jika angkanya kurang dari 140 mg/dl seseorang dinyatakan masih dalam kategori normal. Sementara jika angkanya di atas 140 dan di bawah 200 mg/dl, seseorang sudah masuk dalam kategori pradiabetes. Dan jika angkanya sudah lebih dari 200 mg/dl, seseorang sudah mengalami diabetes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com