Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/11/2013, 16:45 WIB
Wardah Fajri

Penulis

Sumber CNN
KOMPAS.com - Hasil riset dari para pakar bisa menjadi referensi kesehatan pribadi. Bisa berkaitan dengan kesehatan personal, atau keluarga terutama anak-anak. Lima studi terbaru berikut ini bisa menjadi salah satu pilihan referensi menemukan fakta termasuk menangkal mitos yang berkembang selama ini.

Catatan pentingnya, dari setiap studi jika muncul korelasi, sebaiknya tidak dipahami sebagai hubungan sebab akibat. Artinya, kalau hasil studi menemukan adanya korelasi antara dua hal, bukan berarti satu hal menyebabkan hal lainnya.

1. Jurnal pediatrik: ASI ditambah makanan padat bisa mencegah alergi?
Alergi makanan pada anak menjadi perhatian serius para orangtua di Amerika. Banyak orangtua berupaya mencari pencegahannya.

Studi terbaru mengungkapkan bayi yang menyusu dan mulai mengonsumsi makanan padat, lebih terlindungi dari bahaya alergi makanan.

Para peneliti menemukan insidensi alergi makanan yang lebih rendah pada bayi ASI yang mulai makan makanan padat. Mereka menerangkan bahwa jika balita mencerna makanan padat dan ASI, sistem imun tubuh mereka memahami bahwa makanan padat tersebut aman untuk tubuh.

"Teori saya, jika makanan yang menjadi alergen (pencetus alergi) tidak masuk ke tubuh bersamaan dengan ASI, maka ASI tidak bisa mengedukasi sistem imun tubuh," ungkap ketua tim peneliti Kate Grimshaw, spesialis alergi di Universitas Southampton.

2. Jurnal perilaku adiktif: Olahraga bantu ibu hamil berhenti merokok.
Studi terdahulu mengungkapkan olahraga bisa mengatasi kecanduan nikotin, namun masih belum jelas apakah temuan ini juga berlaku untuk ibu hamil.

Studi terbaru dari Kanada memberikan jawabannya. Studi ini mengungkapkan dengan jalan kaki 15 sampai 20 menit, dengan fase ringan hingga sedang, bisa membantu menangkal kecanduan.

Untuk menghasilkan temuan ini, para peneliti melibatkan 30 wanita hamil pada trimester ketiga, yang merokok lebih dari lima batang rokok sehari dan tidak berolahraga rutin.

3. Jurnal sains: pria hanya butuh dua gen untuk bereproduksi.
Ahli biologi sejak lama menyatakan kromosom Y menjadi penentu  jenis kelamin pria dalam proses reproduksi. Namun masih banyak yang bisa dipelajari dari kromosom Y ini.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pria hanya butuh dua gen dari kromosom Y untuk bisa membuahi sel telur, demi memiliki keturunan.

Meski penelitian ini baru terbukti pada tikus jantan, para peneliti merasa yakin temuan ini bisa membantu pria yang sedang menjalani terapi kesuburan. Dengan menyuntikkan hanya dua gen saja dari kromosom Y, pria yang mengalami masalah infertilitas karena tidak bisa memproduksi sel sperma sehat, berkesempatan memiliki anak.

"Hanya dua gen dari kromosom Y yang diperlukan untuk memiliki anak dengan bantuan dalam proses reproduksi," jelas peneliti, Monika Ward, ahli biologi reproduksi di University of Hawaii, Honolulu.

Meski begitu, Ward mengatakan bukan berarti gen lain pada kromosom Y, tidak berguna. Untuk reproduksi normal, seluruh kromosom barangkali diperlukan.

"Kami tidak bermaksud menghilangkan kromosom Y pada pria. Kami hanya ingin mengetahui berapa banyak kromosom Y yang diperlukan dan peruntukannya," jelas Ward.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com