Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/12/2013, 09:44 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

Sumber HEALTHDAY


KOMPAS.com - Mungkin masih segar di ingatan bagaimana Angelina Jolie melakukan mastektomi pada Mei 2013 lalu untuk mengurangi risikonya terkena kanker payudara. Sebelumnya, Jolie menjalani pemeriksaan gen yang hasilnya menunjukkan dirinya positif memiliki mutasi gen BRCA1 dan BRCA2.

Lantaran aksi yang dilakukannya itu, kesadaran perempuan di seluruh dunia meningkat untuk melakukan pemeriksaan gen. Padahal menurut para pakar kesehatan, sembilan dari 10 wanita tidak perlu melakukan pemeriksaan gen, sekalipun mereka memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium.

Satgas pelayanan preventif AS (USPSTF) merekomendasikan ulang bahwa tes gen hanya diperlukan bagi sebagian kecil wanita yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara. Karena itu, sebaiknya wanita perlu mendiskusikan keinginannya untuk tes gen dengan dokter dan konselor genetika sebelum benar-benar menjalani tes gen untuk BRCA.

"Tidak semua orang dengan keturunan kanker perlu melakukan tes. Gen diwariskan tidak sederhana dan langsung," ujar Virginia Moyer, peneliti studi.

Sebuah survei beberapa waktu lalu menunjukkan, setelah beberapa bulan Jolie melakukan operasi pengangkatan payudara, enam juta wanita di Amerika Serikat berencana untuk menjalani tindakan serupa guna mencegah mereka terkena kanker.

Menurut American Cancer Society, rata-rata, mutasi gen BRCA dapat meningkatkan risiko kanker payudara antara 45-65 persen. Namun selain BRCA 1 dan 2, terdapat jenis BRCA lainnya yang belum diketahui dampaknya pada peningkatan risiko kanker.

Moyer mengatakan, tes gen bukan sesuatu yang menyatakan positif atau negatif saja. Namun tes menunjukkan hasil yang sangat luas dan membutuhkan interpretasi.

"Mutasi gen sangat bervariasi. Seringkali hasilnya tampak negatif, namun bisa jadi itu karena informasinya tidak tersampaikan dengan baik. Kalau sudah begini, pemeriksaan gen tidak akan berguna," ujarnya.

Rekomendasi USPSTF terbaru tersebut dipublikasi dalam jurnal Annals of Internal Medicine.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com