Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/01/2014, 09:43 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com –
Rumah sakit dan pengobatan adalah dua hal yang selalu ingin dihindari siapa pun. Namun tidak demikian dengan penderita Munchausen Syndrome. Gangguan jiwa ini menyebabkan penderitanya ingin dirawat dengan berbagai penyakit. Penderita bahkan “memalsukan” gejala demi perawatan di rumah sakit.
 
Adalah Lindsay, wanita asal Inggris, yang selama 20 tahun menderita sindroma Munchausen. Gangguan ini diawali pada usia 11 tahun, saat Lindsay kerap bermimpi dikelilingi orang-orang yang mengkhawatirkan kesehatannya. Impian tersebut ternyata sangat disukainya.
 
Impian tersebut menjadi kenyataan pada usia 13 tahun saat Lindsay harus dirawat di rumah sakit karena menderita alergi parah. Menurutnya, saat itu merupakan momen pertama dirinya merasa benar-benar menikmati perawatan rumah sakit. Lindsay merasa ingin segera kembali dirawat di rumah sakit.
 
“Saya suka di rumah sakit. Entah kenapa, tapi saya sangat menyukainya,” kata ibu tiga orang anak ini. Karena keinginan tersebut, Lindsay mulai meniru beberapa jenis penyakit yang membuatnya harus dirawat dalam waktu lama. Lindsay bahkan melakukan riset terhadap berbagai info dan pasien dengan penyakit tersebut. 
 
Persiapan matang ini menyebabkan tiruan gejala penyakitnya sangat meyakinkan. Alhasil selama hidupnya, Lindsay telah meniru 12 gangguan fisik dan mental, termasuk yang bergolongan ekstrim seperi skizofrenia, epilepsi, dan multiple sclerosis.
 
Lindsay menuturkan, gangguan ini sebetulnya sempat hilang saat berusia 13 tahun. Namun gangguan ini kembali saat usianya 24 tahun ketika melahirkan anak pertama. Saat itu Lindsay didiagnosa mengalami depresi pasca melahirkan, sehingga butuh penanganan psikiater.
 
Perasaan senang dirawat di rumah sakit kembali datang. Apalagi sebagai pasien, Lindsay memang diharuskan berada dalam penangananan rumah sakit. Lindsay tak ingin kesenangan tersebut berakhir. “Saya menikmatinya sehingga tak ingin pergi. Akhirnya saya mulai meniru gejala penyakit lain demi berada di rumah sakit lebih lama. Saya hanya sebatas meniru, tidak benar-benar mengetahui penyakit tersebut,” ujarnya.
 
Selama tiga tahun berturut-turut, Lindsay keluar masuk 9 rumah sakit berbeda. Umumnya dengan gejala depresi, namun kerap juga dengan gangguan mental lain yang ditirunya. Ketika sudah merasa terlalu sering mengadopsi gangguan kejiwaan, Lindsay memutuskan melakukan hal yang sama pada kondisi fisiknya.
 
Untuk awalan Lindsay dirawat di ruang gawat darurat karena sakit perut. Namun saat melihat prosedur pengobatan yang dilakukan, Lindsay merasa ngeri hingga memutuskan mengakhiri sandiwaranya. Waktu berlalu hingga Lindsay makin ahli menirukan berbagai penyakit dan kerap didiagnosa sejumlah penyakit seperti Guillain-Barres syndrome, stroke, insulinoma, usus buntu, dan status epilepticus.
 
Lindsay mengatakan, sebetulnya dia sadar yang dilakukannya salah. “Saya merasa sangat bersalah. Tapi dengan melakukan ini saya mendapat perhatian yang saya inginkan. Saya juga merasa bisa mengontrol hidup saya,” katanya.
 
Sindroma Munchausen perlahan menggerogoti tubuh sehat Lindsay, akibat beragam suntikan dan radiasi X-Ray yang diberikan. Kehidupan Lindsay juga tidak nyaman karena dirinya tidak pernah memiliki pekerjaan tetap, teman, keluarga, dan menghadapi perceraian dengan ketiga anak dibawa suaminya.
 
Setelah membaca buku Dr. Marc Feldman, salah satu peneliti sindroma Munchausen, berjudul Patient or Pretender, Lindsay memutuskan mencari bantuan. Dalam bukunya Feldman mengatakan, mengobati pasien dengan gejala palsu sangat sulit dan hampir tidak mungkin.
 
“Pemikiran klasik tentang sindroma Munchausen adalah pasiennya kerap dijelaskan tanpa harapan. Kerap dipublikasikan dalam literatur kesehatan pengobatan Munchausen nyaris mustahil. Syndrome ini dipertimbangkan sebagai keanehan medis terhadap perhatian,” kata Feldman. Feldman kemudian bertemu Lindsay dan menerapinya selama 2,5 minggu setiap hari.
 
Lindsay juga ditangani psikiater lain karena dalam perkembangannya muncul gangguan kejiwaan lain. Menurut Feldman, pasien Munchausen kerap memiliki gangguan kejiwaan lain misalnya depresi atau bipolar disorder yang kerap tidak diketahui. Dengan mengobati gangguan tersebut pasien Munchausen bisa pulih.
 
Lindsay ternyata juga menderita bipolar disorder. Dibutuhkan waktu tiga tahun untuk mengatasi episode manik dan depresinya. Terapi yang dilakukan ternyata juga mengatasi gejala sindroma Munchausen. Feldman juga memasukkan Lindsay dalam komunitas pasien Munchausen yang sedang menjalani pengobatan.
 
Setelah sekitar 20 tahun, akhirnya Lindsay bisa berdamai dengan hidupnya dan sudah 2 bulan tidak pura-pura menderita penyakit tertentu. “Setiap hari adalah perjuangan, saya merasa seperti pecandu obat. Bagi penderita lain jangan pernah malu membicarakan penyakit ini sehingga bisa segera menjalani pengobatan,” katanya.      
     
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com