Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/01/2014, 12:00 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

Sumber foxnews


KOMPAS.com -
Cedera yang berhubungan dengan olahraga, khususnya sepakbola, selama ini umumnya difokuskan pada atlet pria. Namun kini sebuah riset baru menunjukkan, atlet wanita pun perlu lebih mewaspadai risiko cedera, pasalnya risiko mereka untuk mengalami cedera juga tinggi, khususnya bagi atlet muda.

Riset terbaru yang dimuat jurnal JAMA Pediatrics mengungkapkan, atlet sepak bola wanita mengalami peningkatkan risiko cedera otak. Ironisnya, banyak di antara mereka yang tetap bermain meski mengalami gejala gegar otak ringan.

"Risiko gegar otak memang paling tinggi pada olahraga sepakbola Amerika (rugbi), namun sepak bola juga berisiko karena adanya kontak fisik dalam olahraga itu. Namun masih sedikit studi yang membahas risiko tersebut pada atlet perempuan," ujar ketua studi Melissa Schiff, profesor epidemiologi dari sekolah kesehatan masyarakat di University of Washington.

Berhadap dapat meningkatkan risiko gegar otak pada atlet muda perempuan, Schiff dan koleganya John O'Kane dari Klinik Kedokteran Olahraga, Seattle, University of Washington melakukan analisa terhadap 351 atlet perempuan yang berusia 11 hingga 14. Peserta merupakan anggota klub sepak bola di Puget Sound di Washington.

Untuk menentukan laju gegar otak pada atlet, peneliti menggunakan sistem surveilans virtual untuk cedera. Selama empat tahun, mereka menghubungi keluarga para atlet. Mereka menanyakan jika si atlet pernah mengalami benturan di kepala dan menunjukan gejala gegar otak. Jika ada jawaban "ya", maka peneliti meneliti lebih lanjut atlet dengan wawancara dan memantau dengan lebih dekat aksinya hingga gejalanya menghilang.

Di antara total peserta, peneliti menemukan 59 kasus gegar otak dalam 43.742 jam pertandingan, atau setara dengan 1,3 gegar otak per 1.000 jam pertandingan. Hampir sepertiga peserta mengalami gegar otak setelah kepalanya terkena bola.

Diketahui gejala gegar otak antara lain hilang ingatan, pusing, mengantuk, sakit kepala, dan mual. Umumnya, gejala gegar otak bertahan hingga empat hari setelah cedera kepala terjadi. Para peneliti mencatat, masih sedikit perhatian untuk melakukan istirahat dan rileksasi setelah mengalami cedera kepala.

"Poin inti dari riset ini adalah laju gegar otak lebih tinggi daripada yang dilaporkan sebelumnya pada atlet muda. Dalam studi, bahkan 58 persen peserta yang mengalami gegar otak masih melanjutkan pertandingan di saat mereka seharusnya menghentikannya. Petugas kesehatan perlu memperhatikan ini," tegas Schiff.

Oleh karena itu, Schiff menekankan pada pentingnya edukasi pada atlet, orangtua, dan pelatih tentang tanda-tanda dari gegar otak. Serta, bagaimana cara untuk merehabilitasi atlet setelah terjadi cedera otak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com