Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2014, 08:50 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com -
Tarif paket Indonesia Nasional Case Base Groups (INA-CBG's) akan dievaluasi. Hal ini terkait beberapa tarif yang dinilai sangat rendah, misalnya tarif melahirkan normal, dan beberapa tarif yang tidak ada dalam daftar.
 
Keputusan besaran tarif diperkirakan sudah ada dalam 2-3 minggu ke depan. "Besaran tarif ini sangat penting, karena menyangkut operasional rumah sakit dan berapa biaya yang harus ditanggung pemerintah. Kita harus mencari besaran yang tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Supriyantoro, pada monitoring dan evaluasi satu bulan pelaksanaan JKN di Jakarta, Senin (3/2/2014).
 
Supriyantoro mengatakan, besaran tarif yang terlalu tinggi atau rendah sebenarnya tidak menjadi masalah. Hal ini dikarenakan sifat INA-CBG's yang merupakan grup sehingga ada jenis pelayanan yang lebih tinggi atau rendah dibanding biaya yang dikenakan. Sifat ini jelas berbeda dengan fee for services, yang mengenakan tarif sesuai besarnya pengobatan yang diperlukan.
 
"Sebetulnya tarif INA-CBG's 4.0 yang digunakan pada JKN, lebih baik dibanding sebelumnya yaitu INA-CBG's 3.9. Tarif ini sudah naik 29-57 persen," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur.
 
Kendati begitu, evaluasi target ini tidak terkait dengan untung rugi rumah sakit. Fajriadinur mengatakan, laporan tersebut baru bisa dievaluasi setelah sedikitnya 3 bulan pelaksanaan JKN. Dari laporan tersebut bisa dilihat pembiayaan rumah sakit, jenis kasus yang banyak ditangani, dan beban pelayanan rumah sakit.
 
Selain tarif INA-CBG's, hal lain yang dievaluasi adalah pengaturan pendapatan tenaga kesehatan. Supriyantoro mengatakan, pengaturan tersebut sebetulnya bisa dilaksanakan pihak intern rumah sakit dengan tenaga kesehatan. Namun pengaturan tetap diperlukan untuk menjamin terpenuhinya hak tenaga kesehatan dan rumah sakit.
 
"Kita sudah bekerja sama dengan IDI, IBI, PDGI, dan IAI untuk menentukan berapa sebetulnya yang dibutuhkan para tenaga kesehatan. Nantinya akan ada peraturan presiden terkait pengaturan pendapatan, yang juga memayungi rumah sakit," kata Supriyantoro.
 
Evaluasi tersebut juga mengatur perlu tidaknya insentif bagi tenaga kesehatan. Selanjutnya akan ditentukan siapa yang memberi insentif, pihak BPJS atau fasilitas kesehatan. Berikut besaran insentif yang sebaiknya diberikan.
 
Insentif sebetulnya merupakan hal yang wajar dalam pelaksanaan sistem kesehatan jaminan nasional. Sistem ini memastikan pendapatan tenaga kesehatan sehingga tidak perlu berpraktek di tempat lain. Insentif memastikan fokus dan perhatian tenaga kesehatan tidak terbagi. Beberapa negara Eropa tercatat memberikan insentifnpada tenaga kesehatannya.
 
"Kita perlu mengatur insentif supaya nanti tidak ada double anggaram. Yang pasti kita akan mengusahakan kesejahteraan tenaga kesehatan supaya bisa sesuai haknya," kata Supriyantoro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com