Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/02/2014, 12:52 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com — Pemerintah akan menguji kualitas dan mutu pelayanan yang dimiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Hal ini terkait peristiwa dibuangnya seorang kakek bernama Suparman bin Sariunalias Mbah Edi (63) oleh pegawai RSUD dr A Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandar Lampung.

"Kita memang akan mengirim tim ke Lampung untuk menyelidiki bagaimana kasus tersebut bisa terjadi, dan apakah keenam orang yang membuang memang pegawai rumah sakit. Kita harus tahu sendiri bagaimana kronologi dan bagaimana keadaan rumah sakit. Saya sendiri percaya, harusnya rumah sakit tidak seperti itu," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Ali Gufron Mukti kepada KOMPAS Health, Selasa (11/2/2014).

Menurut Ali, rumah sakit, apa pun kelasnya, tidak boleh membuang pasien. Sesuai tugasnya, rumah sakit adalah pelaksana teknis tugas negara dalam menjamin kesehatan warga. Tugas ini tentunya meliputi semua warga negara, tak memandang usia, jenis kelamin, dan penyakit yang diderita.

Kendati begitu, Ali belum bisa menjelaskan tindakan yang akan diambil bila RSUDDT terbukti membuang pasien. Hal ini dikarenakan, tindakan harus menunggu hasil penyelidikan tim dari Kemenkes RI.

Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Supriyantoro. "Kita akan segera memproses kasus tersebut. Kita juga sudah berkoordinasi dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) terkait bagaimana sebetulnya rumah sakit di daerah," ujarnya.

Evaluasi ini tentunya tidak hanya untuk satu rumah sakit. Supriyantoro mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi sistem pelayanan di rumah sakit daerah, khususnya yang menjadi milik negara.

Senada dengan Ali, Supriyantoro mengatakan bahwa rumah sakit tidak diperkenankan membuang pasien, terlepas dari bagaimanapun kondisi pasien.

Jaminan kesehatan

Adanya peristiwa ini ternyata juga menimbulkan pertanyaan, sejauh mana jaminan kesehatan daerah menanggung kesehatan warganya. Terlebih lagi, sebagian propinsi sudah bergabung ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan kesehatan daerah Provinsi Lampung belum tergabung dalam JKN.

"Kita juga akan mengevaluasi hal tersebut. Namun, status pasien dikatakan sebagai gelandangan, artinya pasien tidak punya alamat atau kartu identitas yang jelas. Hal inilah yang mungkin menyulitkan mekanisme jaminan kesehatan," terang Ali.

Supriyantoro menegaskan, kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu memang menjadi tanggungan pemerintah daerah. Bila melihat dari kewajiban ini, maka Suparman menjadi tanggungan pemerintah daerah. Namun, identitas Suparman yang tidak jelas pun menjadi ganjalan.

"Kita belum tahu apakah pasien merupakan peserta jaminan kesehatan Lampung. Karena itu, kita harus menyelidiki sendiri duduk perkaranya sebelum mengambil tindakan," kata Supriyantoro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com