Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/03/2014, 16:42 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com -
Diperkirakan 96 persen penduduk dunia memiliki akses terhadap ponsel, termasuk penduduk Indonesia. Maka pemanfaatannya di bidang kesehatan pun terus dikembangkan, salah satunya untuk mengontrol kehamilan. Pengontrolan kehamilan jarak jauh ini pun digadang-gadang dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) atau bayi (AKB).

Menurut dokter spesialis kebidanan Ivan Sini, salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingginya angka kematian bayi di Indonesia adalah minimnya kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur. Hal yang memicunya adalah jarak antara rumah dengan tempat penyedia layanan kesehatan seperti puskesmas jauh.

"Dengan menggunakan teknologi aplikasi ponsel diharapkan akses mendapat informasi dan identifikasi risiko kehamilan menjadi lebih mudah," ujar Ivan dalam konferensi pers program percontohan "Mobile Obstetrical Monitoring" (MoM) PT Philips Indoensia dan grup rumah sakit Bundamedik, pada Selasa (11/3/2014) di Jakarta.

Dengan aplikasi tersebut, tenaga kesehatan, baik bidan maupun dokter bisa membuat profil kesehatan ibu hamil yang relevan melalui pengumpulan data yang didapat dari pemeriksaan fisik serta tes yang dilakukan di puskesmas setempat atau di rumah ibu hamil. Tenaga kesehatan pun kemudian dapat menganalisa risiko dari setiap kehamilan.

Ivan mengatakan, jika risiko suatu kehamilan tinggi, maka diharapkan tenaga kesehatan bisa lebih menekankan pada ibu hamil untuk lebih teratur memeriksakan kehamilannya. Atau bahkan mendatangi rumah dari ibu hamil dengan risiko tinggi tersebut sebagai upaya menekan komplikasi dari risiko. Tenaga kesehatan pun, imbuh dia, akan lebih cepat memberikan pertolongan jika terjadi komplikasi pada kehamilan.

"Yang menjadi tantangan bagi sekarang adalah mengubah pola pikir dari tenaga kesehatan, khususnya bidan yang terbiasa menunggu pasien di puskesmas, sekarang harus mendatangi pasien," kata dokter yang berpraktik di RSIA Bunda Jakarta ini.

Namun menurut Ivan hal itu seharusnya tidak menjadi masalah mengingat upaya tersebut akan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Artinya, kebanyakan pasien yang dulu datang dalam keadaan yang sudah sulit tertolong, maka dengan cara baru mereka dapat ditolong lebih awal.

Tantangan selanjutnya yaitu mendorong ibu hamil untuk periksa di tiga bulan pertama kehamilannya. Pemeriksaan tersebut penting guna memudahkan tenaga kesehatan memasukan data awal yang dibutuhkan untuk menentukan risiko kehamilan di bulan-bulan selanjutnya.

Kehamilan yang dikatakan berisiko tinggi didefinisikan sebagai kehamilan yang sudah lebih dari tiga kali, mengalami keguguran sebelum hamil kembali, pendarahan selama kehamilan, serta penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gula darah, tekanan darah, ataupun kelainan lainnya.

Di Indonesia AKI masih terbilang tinggi. Data WHO tahun 2010 menunjukkan AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup. Sementara data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2013 menunjukkan, angkanya mencapai 359/100.000 kelahiran hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com