Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/04/2014, 18:47 WIB

KOMPAS.com — Ancaman penularan virus HIV terhadap ibu hamil dan bayi kian meningkat seiring pertambahan jumlah laki-laki berisiko tinggi yang membeli jasa seks, penyuka sesama jenis, dan pengguna narkoba suntik di sejumlah daerah. Perlu terobosan intervensi untuk menekan laju penularan HIV tersebut.

”Saya sangat prihatin. Berapa banyak lagi perempuan yang akan tertular. Kami juga berkomitmen tak boleh ada lagi bayi yang terinfeksi HIV,” ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat ditemui di kantornya, Rabu (23/4).

Kenaikan prevalensi laki-laki berisiko tinggi akan berdampak pada semakin luasnya penyebaran HIV, terutama pada ibu rumah tangga dan anak balita.

Data Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2007 menunjukkan, prevalensi laki-laki berisiko tinggi pembeli jasa seks 0,1 persen. Angka itu naik menjadi 0,7 persen pada 2011. Prevalensi laki-laki suka laki-laki (LSL) juga naik dari 5,3 persen (2007) menjadi 12,4 persen (2011).

Bahkan, di beberapa daerah baru yang sebelumnya tidak dihitung dalam STBP, prevalensi LSL naik dari 7 persen (2009) menjadi 12,8 persen (2013).

Laki-laki pembeli jasa seks dengan HIV positif hampir pasti menularkannya kepada istri atau pasangannya. Jika perempuan tersebut hamil, janin yang dikandungnya sangat berisiko terinfeksi HIV. Penularan akan meluas jika laki-laki tersebut juga termasuk kelompok LSL.

Ancaman penularan tersebut tergambar dari kenyataan bahwa pada 2012 jumlah kasus HIV pada perempuan ada 10.016 kasus. Jumlah itu meningkat menjadi 12.334 kasus pada 2013. Pada triwulan I-2014, tercatat 1.779 kasus HIV positif pada perempuan.

Jumlah kasus HIV positif pada bayi dari tahun 2012 ke 2013 juga meningkat, yakni 86 kasus menjadi 106 kasus. Kasus pada anak di bawah empat tahun juga naik dari 563 (2012) menjadi 653 (2013) kasus.

Intervensi mutlak

Nafsiah menegaskan, intervensi pada laki-laki menjadi penting artinya. Sebab, penggunaan alat kontrasepsi oleh populasi berisiko kurang dari 30 persen. Laki-laki menjadi sasaran intervensi pertama. Laki-laki dengan perilaku seks berisiko didorong menggunakan alat pelindung.

Selain ancaman penularan HIV yang tinggi akibat meningkatnya prevalensi laki-laki berisiko tinggi, kata Nafsiah, ancaman juga didorong naiknya jumlah pengguna narkoba suntik (penasun) di daerah-daerah baru. Berdasarkan STBP, prevalensi penasun naik 46,3 persen dari 27 persen (2009) ke 39,5 persen (2013).

Selain itu, peredaran heroin juga kembali marak dengan harga yang lebih murah. Tidak hanya mengedarkan narkotika, pengedar bahkan menyewakan alat suntik kepada pengguna yang berisiko terjadi penularan HIV.

Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Slamet, menambahkan, Kemenkes menyediakan akses layanan HIV pada tingkat puskesmas melalui program Strategic Use For ARV (SUFA). Saat ini ada 450 puskesmas yang mampu memberikan pelayanan SUFA.

Puskesmas tersebut melayani pemberian informasi seputar HIV/AIDS, konseling, pemeriksaan HIV, hingga pemberian obat antiretroviral (ARV). Secara teknis, SUFA adalah pemberian ARV kepada pasien HIV positif tanpa memandang berapa status CD4-nya.

Demi mengendalikan penyebaran dan penularan HIV, puskesmas yang mampu memberikan pelayanan SUFA akan terus ditambah. Menurut rencana, tahun 2014, puskesmas yang menyediakan layanan SUFA akan ditambah di 18 kabupaten/kota dengan setiap daerah lima puskesmas.

”Walaupun pelayanan SUFA ditambah, tetap saja keputusan akhir seseorang mau diperiksa dan diberikan obat berada pada dirinya sendiri. Butuh persiapan mental. Oleh karena itu, dalam hal ini, peran konselor menjadi penting,” kata Slamet. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com