Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/05/2014, 17:13 WIB

KOMPAS.com — Iklan dan promosi efektif dalam menarik generasi muda untuk mulai merokok. Karena itu, pelarangan iklan rokok pada media massa penting dilakukan demi menurunkan jumlah perokok pemula.

Kepala Pusat Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Rita Damayanti menyampaikan hal itu Rabu (14/5), di Depok, Jawa Barat.

Rita menjelaskan, iklan rokok amat berdampak pada ingatan anak muda. Dengan mudah, anak muda bisa mengenali merek rokok tertentu hanya dari warna iklan yang ditampilkan. ”Produsen rokok selalu menyasar remaja melalui beragam iklan sehingga makin banyak anak muda terpengaruh, mulai merokok dan kecanduan. Akibatnya, kelompok usia penderita penyakit tidak menular makin muda,” kata dia.

Berdasarkan data Survei Penggunaan Tembakau di Kalangan Muda (Global Youth Tobacco Survey) 2009, sebanyak 89,3 persen remaja usia 13-15 tahun di Indonesia terpapar iklan rokok lewat media luar ruang dan 76,6 persen melalui media cetak. Survei Sosial Ekonomi Nasional menyebutkan, kecenderungan merokok di kalangan remaja usia 15-19 tahun di Indonesia naik 3 kali dari 7,1 persen pada 1995 menjadi 43,3 persen tahun 2010.

Rita mengatakan, jangan sampai rakyat menanggung dampak negatif rokok, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit disebabkan rokok naik. Pemerintah juga terbebani karena harus menanggung biaya pengobatan penyakit akibat rokok lewat Jaminan Kesehatan Nasional. Karena itu, iklan rokok di media massa harus ditiadakan, penyelenggara acara olahraga semestinya tak disponsori industri rokok.

Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlang Samoedro, menyatakan, perokok aktif kebanyakan berhenti merokok setelah kena penyakit akibat rokok. Itu terlambat karena kesakitannya bisa menimbulkan kecacatan.

”Penyakit paling banyak muncul pada pasien yang perokok adalah kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronik. Mayoritas pasien berusia 50 tahun ke atas. Kalau terkena kanker paru, usia pasien umumnya tidak panjang,” ujarnya. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com