Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/06/2014, 08:42 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis

Sumber TIME.com


KOMPAS.com -
Secara teori makan sedikit dan banyak olahraga pasti akan menurunkan berat badan. Faktanya ternyata tak selalu demikian. Berat badan ternyata hanya turun dalam jangka pendek.

Para ahli obesitas dalam komentar di JAMA (Journal of the American Medical Association) mengatakan, makan sedikit dan banyak olah raga tak bermanfaat dalam jangka panjang. Mereka menyarankan masyarakat berhenti menghitung kalori saat berusaha menurunkan berat badan.

“Secara intuisi kami tahu makan sedikit dan banyak olah raga tak ada manfaatnya. Jika memang bermanfaat, tentunya tak ada lagi pekerjaan untuk kami,” kata Dr. David Ludwig, direktur New Balance Foundation Obesity Prevention Center di Boston Children’s Hospital. Faktanya, hanya sedikit orang yang bisa menurunkan banyak berat badan dengan melakukan sedikit makan dan banyak olah raga.

Rakus dan malas memang bagian dari berat badan yang terus naik. Namun menurut Ludwig dan Dr. Mark L. Friedman dari Nutrition Science Initiative di San Diego, pemikiran seperti itu mengesampingkan riset terhadap faktor-faktor biologi di dalam tubuh yang mengontrol berat badan.

Mereka tak hanya membahas peran genetik saja. Mereka bilang kita harus berhenti melihat masalah berat badan terpisah dari fungsi biologi seperti hormon, rasa lapar, efek makanan yang kita makan. Bukan hanya berapa banyak kita makan.

Lantas, apa penyebab obesitas. Mereka mengatakan karbohidrat sederhana adalah penyebabnya. Karbohidrat sederhana ada pada gula dan tepung pembuat roti putih yang kita makan sehari-hari. Kemudian kita terlalu menghindari lemak.

“Kita perlu melupakan paradigm rendah lemak. Makanan kaya lemak sehat seperti alpukat, kacang-kacangan dan minyak zaitun adalah jenis makanan berlemak yang harus kita santap,” kata Ludwig.

Karbohidrat sederhana menaikkan kadar insulin dengan cepat. Insulin, menurut Ludwig adalah nenek moyang hormon anabolik. Ketika kita mengonsumsi banyak karbohidrat sederhana, terjadi peningkatan insulin yang memicu sel lemak untuk menyerap kalori. Akibatnya tidak terdapat cukup kalori dan gizi untuk memberi energi yang dibutuhkan tubuh. Otak mengenali kekurangan ini dan memicu rasa lapar yang membuat tubuh melambatkan metabolism. Kita pun jadi ingin makan lebih banyak lagi.

Daripada menghitung kalori, seharusnya kita memfokuskan diri pada kualitas makanan yang disantap. “Hanya melihat kalori saja menyesatkan dan berpotensi membahayakan karena jumlah kalori tak memandang bagaimana kalori mempengaruhi hormon dan metabolisme. Ujungnya, kita jadi tak mampu terus menjalani diet,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com