Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/09/2014, 14:29 WIB

KOMPAS.com — Jemaah haji Indonesia yang pulang dan tiba di Tanah Air akan dipantau kondisi kesehatannya sejak dalam pesawat hingga 21 hari sejak mendarat. Hal itu untuk memastikan jemaah haji tak terinfeksi virus ebola dan sindrom pernapasan Timur Tengah yang disebabkan oleh virus korona (MERS-CoV) yang mewabah di sejumlah negara di dunia.

Kepala Bidang Pelayanan dan Pendayagunaan Sumber Daya Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Mawari Edy menjelaskan hal itu di Jakarta, Kamis (4/9). Pemerintah akan memastikan jemaah yang pulang ke Tanah Air dalam kondisi sehat. ”Setiap anggota jemaah akan diberi kartu kewaspadaan kesehatan saat tiba di Indonesia. Mereka juga dibekali pengetahuan soal penyakit ebola dan MERS-CoV,” katanya.

Anggota jemaah yang sakit saat tiba di tempat asal, dengan gejala mirip ebola ataupun MERS-CoV, harus memeriksakan diri ke petugas kesehatan setempat. Karena memegang kartu kewaspadaan kesehatan, petugas kesehatan yang memeriksa bisa menginformasikannya ke Kemenkes.

”Kartu kewaspadaan itu kami adopsi dari peraturan kesehatan internasional. Masa pemberlakuan kartu yang awalnya 14 hari diperpanjang 21 hari karena masa inkubasi ebola bisa sampai 21 hari,” kata Mawari. Upaya pencegahan penyakit menular itu telah dilakukan sejak jemaah haji mendarat di bandara di Indonesia, bahkan saat mereka masih berada di Arab Saudi.

Begitu pesawat yang membawa pulang jemaah haji mendarat di bandara, petugas dari kantor kesehatan pelabuhan akan memeriksa kondisi kesehatan penumpang dan awak pesawat. Pemindaian suhu tubuh juga dilakukan di dalam pesawat. Hal itu guna mendeteksi adanya penumpang yang sakit.
Diisolasi

Apabila ditemukan ada dugaan infeksi ebola atau MERS-CoV, pesawat beserta seluruh penumpang dan awaknya akan diisolasi. Sementara jika ada anggota jemaah sakit di luar penyakit itu, ia akan dikarantina di kantor kesehatan pelabuhan. Begitu semua yang ada dalam pesawat dinyatakan sehat, mereka boleh keluar.

Sementara itu Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menyatakan, jika ditemukan kasus dugaan infeksi ebola atau MERS-CoV, laboratorium dengan tingkat keamanan biologi level 3 (BSL3) di Balitbangkes siap digunakan. Bahkan, selama ini, laboratorium BSL3 di Balitbangkes sudah dipakai untuk memeriksa kasus dugaan MERS-CoV dan ebola yang hasilnya negatif.

”Saat ini, pemeriksaan ebola dan MERS-CoV hanya dilakukan di laboratorium Balitbangkes. Saya sedang memeriksa bagaimana kondisi laboratorium di daerah, bagaimana kesiapan menghadapi kemungkinan terjadi wabah, dan seberapa besar kekurangannya,” kata Tjandra. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com