Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2015, 15:05 WIB

Oleh: ADRIAN FAJRIANSYAH  

NURJANAH HUSEIN (44) tidak malu menemui kerumunan orang di warung kopi guna sosialisasi soal talasemia, penyakit kelainan darah turunan yang ditandai adanya sel darah merah yang abnormal. Ia tak segan berperan layaknya tukang kredit menawarkan barang, mengajak orang-orang menjadi pendonor darah bagi penderita talasemia.

Ia mengoptimalkan latar belakang pendidikan ilmu ekonomi dan pengalaman sebagai manajer pemasaran untuk merayu orang-orang beramal bagi penderita talasemia.

Totalitas Nurjanah menjadi pencari darah untuk penderita talasemia bermula dari sakit iskemik yang diderita almarhumah ibunya, Zainab Saleh, pada 2011. Zainab harus transfusi darah sebanyak 10 kantong ketika dirawat selama 2 bulan di rumah sakit.

Ketika itu, Nurjanah begitu mudah mendapatkan darah untuk ibunya dalam satu hari. Bahkan, ia mendapatkan darah berlebih, bisa 30 kantong sehingga sisanya disumbangkan kepada Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Banda Aceh.

”Saya beruntung punya banyak kawan baik yang bersedia cepat membantu,” ujar perempuan yang sering disapa Nunu.

Namun, ada temannya yang mengatakan, masih banyak orang yang kesulitan mendapatkan darah sekalipun sudah ke PMI.

Hal itu menggugah hati Nunu. Melalui Yayasan Bumiku Hijau, yayasan lingkungan miliknya yang didirikan pada 24 April 2009, ia mengadakan donor darah massal pada hari jadi yayasan tersebut. Ternyata, banyak orang antusias mendonorkan darah, dan banyak orang butuh darah itu.

Dari situ, Nunu berpikir untuk mengadakan aksi donor darah yang lebih berkelanjutkan. Akhirnya, ia bersama teman-temannya berinisiatif membuat komunitas bernama Darah Untuk Aceh (DUA) pada 24 April 2012.

Komunitas ini bertujuan mencari pendonor darah, memfasilitasi orang yang ingin mendonorkan darah, dan mendistribusikan darah itu untuk orang yang memerlukan. Hal itu dilakukan bekerja sama dengan PMI Banda Aceh. DUA melakukan itu secara sukarela atau tanpa imbalan sepeser pun.

”Komunitas ini pun saya dedikasikan untuk almarhumah ibu saya yang telah memberikan banyak inspirasi, yakni walaupun hidup sederhana dan terbatas, sebisa mungkin tetap bisa memberikan manfaat bagi orang lain,” ucap perempuan pemilik rekor 100 kali menyelam ini.

Berkenalan dengan talasemia

Awalnya, DUA hanya diproyeksikan mencari darah dan membantu memenuhi kebutuhan darah di Unit Donor Darah PMI Banda Aceh. Pada perkembangannya, Direktur Unit Donor Darah PMI Kota Banda Aceh, saat itu Ridwan Ibrahim, mengarahkan DUA fokus mencari pendonor darah tetap untuk pasien talasemia.

Nunu mengaku antusias menerima arahan itu. Padahal, ia belum tahu tentang talasemia ketika itu. Namun, karena berniat membantu, Nunu berupaya mengetahui dan memahami talasemia. Ia mencari referensi mengenai talasemia dari internet. Ia pun langsung datang ke Instalasi Sentra Talasemia Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, satu-satunya rumah sakit yang melayani pengobatan penyakit itu di Aceh. Ia tak segan berdiskusi dengan dokter ataupun keluarga penderita talasemia untuk mengetahui dan memahami talasemia.

Dari situ, Nunu tahu, talasemia adalah penyakit kelainan darah genetik yang tidak bisa disembuhkan. Tubuh penderitanya tidak bisa mempertahankan hemoglobin (Hb) dalam darahnya secara normal. Orang normal memproduksi Hb yang bisa bertahan selama 120 hari, sedangkan orang talasemia memproduksi Hb yang hanya bertahan sekitar 30 hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com