Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/02/2015, 20:00 WIB

KOMPAS.com - Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 telah mengatur secara ketat prosedur pembuatan obat, pengamanan, sampai pendistribusian obat, hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini apoteker.

"Obat adalah tanggung jawab apoteker, karena menurut aturan Undang-Undang, mulai dari proses produksi sampai dengan penyimpanan dan distribusi, hanya dilakukan oleh apoteker. Di rumah sakit yang memberikan kepada dokter adalah perawatnya," kata A Haditomo, Anggota Dewan Penasehat Ikatan Apoteker Indonesia, saat dihubungi (17/2/15).

Ia mengatakan, proses produksi obat di Indonesia telah memiliki standar yang disebut dengan cara produksi obat yang baik dan benar. Jika prosedur ini ditaati, seharusnya kasus salah obat sampai mengakibatkan pasien meninggal seperti di RS Siloam tak terjadi.

"Kalau sampai ada kesalahan, pasti ada sesuatu. Ini yang harus diselidiki oleh pihak berwenang," katanya.

Seperti dikutip dari Harian Kompas, Buvanest Spinal, obat produksi Kalbe Farma seharusnya berisi Bupivacaine yang merupakan obat bius. Namun, hasil pemeriksaan sementara, Buvanest Spinal yang digunakan untuk kedua pasien yang meninggal itu ternyata berisi asam traneksamat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi pendarahan.

Akibatnya, setelah pemberian obat tersebut, kedua pasien mengalami gatal-gatal, hingga kejang. Kedua pasien ini langsung dibawa ke ruang ICU, namun nyawanya tak tertolong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com