Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pria Tak Sadar Hormon Testosteronnya Rendah

Kompas.com - 11/03/2015, 13:05 WIB
Kontributor Health, Dhorothea

Penulis


KOMPAS.com -
Testosteron adalah hormon yang menjadikan pria seorang pria sejati. Testosteron yang membanjir di masa puber membentuk otot dan tulang, membuat suara jadi lebih dalam dan membuat gairah seks meningkat.

Secara alamiah, kadar testosteron turun setelah pria berumur 40 tahun. Penurunan itu sangat kecil, rata-rata sekitar satu sampai dua persen setiap tahun. Di usia paruh baya dan seterusnya, pria terus mengalami penurunan testosteron. Jangan khawatir, hanya sedikit sekali pria paruh baya yang memiliki kadar testosteron yang di bawah normal di usianya.

"Jika seorang pria tidak mengalami gejala rendahnya testosteron, mereka tidak perlu menjalani pemeriksaan hormon,” kata Karen Herbst,MD, PhD, ahli endokrinologi di University of California San Diego. “Tidak ada bukti bahwa mengobati testosteron yang rendah tanpa adanya gejala akan memberi manfaat. Namun pria yang mengalami gejala testosteron rendah akan mendapat manfaat dari pengobatan,” imbuhnya.

Kadar testosteron disebut rendah jika kurang dari 300 nanogram per desiliter darah. Gejalanya, gairah seks rendah, disfungsi ereksi, masalah suasana hati, kelelahan dan gangguan tidur. Dari semua pria yang mengalami testosteron di bawah normal, sekitar separuh sampai dua pertiga melaporkan gejala-gejala tersebut.

Berbeda dengan menopause pada wanita, ketika estrogen menurun selama berbulan-bulan dan menjadi sangat rendah, andropause pada pria adalah sebuah proses penurunan testosteron selama bertahun-tahun. Dampak dari rendahnya testosteron ini seringkali tak menampakkan gejala.

Penanda Umum
Beberapa pria dengan kadar testosteron yang rendah bisa mengalami gejala tapi tak mengenali gejala itu. “Mereka mungkin masih punya gairah seks tapi tidak menyadari seberapa besar penurunannya,” kata Herbst. Pria dengan kadar testosteron rendah ini boleh dibilang mengalami penurunan kualitas hidup.

Karena itu, banyak yang berpikir, para pria ini harus mendapatkan sulih hormon.Terapi sulih hormon ini bisa berupa gel yang dioleskan ke kulit, koyo yang ditempel di kulit, obat yang diminum atau injeksi. Tujuannya untuk meningkatkan kadar testosteron di dalam darah ke angka yang normal.

Kadar testosteron yang rendah sering dikaitkan dengan kondisi medis kronis, seperti obesitas, diabetes, depresi dan mungkin penyakit jantung. “Namun belum jelas apakah testosteron yang rendah yang menyebabkan terjadinya penyakit ini. Mungkin saja penyakit tersebut yang menyebabkan rendahnya testosteron,” ujar Herbst.

“Hal yang menyebabkan diabetes dan tekanan darah tinggi, misalnya bisa juga menyebabkan rendahnya testosteron, kata Andre Araujo, PhD, ahli epidemiologi dan peneliti kekurangan testosteron. Kemungkinannya, rendahnya testosteron adalah sebuah penanda penurunan kesehatan secara umum.

Herbst mengungkapkan peresepan untuk sulih testosteron meningkat lebih dari 17 kali lipat belakangan ini. Sulih hormon testosteron dalam dosis yang ada dirasakan secara umum aman. “Tapi kami belum tahu manfaat dan risikonya dalam jangka panjang,” katanya.

Menurut panduan dari The Endocrine Society, pria-pria tertentu seharusnya tak menjalani sulih hormon testosteron. Pria dengan kanker prostate metastatik atau kanker payudara tidak boleh menjalani sulih hormon karena testosteron justru akan memperbesar pertumbuhan kanker.

Penyakit-penyakit lain juga bisa memburuk karena sulih hormon. Misalnya saja sleep apnea, gagal jantung kongestif parah, hipertropi prostatik jinak yang parah atau sel darah merah tinggi (erythrocytosis).

Saat ini sedang dilaksanakan uji klinis untuk mengevaluasi manfaat sulih hormon testosteron. Hingga hasil uji klinis itu nanti keluar, pria dengan gejala-gejala testosteron rendah dan hasil tesnya membuktikan testosteronnya rendah harus membuat keputusan sendiri dengan dokter. Itu juga kalau pria mau bicara terbuka perihal gejala rendahnya testosteron. Herbst mengatakan sebagian besar pria di klinik tidak mau bicara terbuka. “Akan sangat baik jika mereka mau bicara terbuka,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com