Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/03/2015, 15:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Nyeri sendi lebih dari satu jam pada pagi hari, disertai rasa panas, kemerahan, dan bengkak selama lebih dari enam minggu pada lebih dari tiga sendi, bukan gejala rematik biasa. Nyeri seperti itu harus dicurigai sebagai artritis rematoid. Gejala itu perlu dikenali dan berobat sedini mungkin untuk mencegah kerusakan sendi permanen dan kecacatan.

Demikian disampaikan ahli rematologi dari Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Bambang Setyohadi dan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Reumatologi Indonesia (Indonesian Rheumatism Association/IRA) Rudy Hidayat, pada jumpa pers kampanye "Cermati AR, Deteksi Dini dan Kontrol Artritis Reumatoid", Jumat (13/3), di Jakarta.

Rudy mengatakan, artritis rematoid berbeda dengan rematik. Artritis rematoid adalah satu dari sekian banyak jenis rematik. Artritis rematoid adalah penyakit otoimun yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit itu menyerang persendian dan anggota gerak, menimbulkan nyeri dan kaku pada sendi, tulang, otot, dan jaringan ikat.

Dalam jangka panjang, penyakit yang belum diketahui penyebab pastinya itu bisa mengakibatkan perubahan bentuk sendi dan kecacatan. Pada umumnya, artritis rematoid menyerang pergelangan tangan dan buku-buku jari. Namun, penyakit itu juga bisa menyerang sendi lain, seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pundak.

"Banyak pasien menganggap artritis rematoid hanya sakit rematik biasa yang nanti juga hilang meski tanpa diobati. Padahal, kalau tak cepat diobati, bisa cacat," kata Rudy.

Karena itu, menurut Bambang, deteksi dini terhadap gejala artritis rematoid amat penting. Itu untuk menentukan diagnosis dan pengobatan yang tepat demi menghindari kecacatan.

Tak bisa disembuhkan

Rudy menambahkan, artritis rematoid tak bisa disembuhkan. Pengobatan yang dilakukan bertujuan agar pasien masuk pada fase remisi, di mana rasa nyeri berkurang, radang berkurang, kerusakan sendi tak terjadi, fungsi organ membaik, dan pasien merasa nyaman, sehingga kualitas hidupnya membaik. Untuk mengontrol penyakitnya, pasien kadang harus minum obat dalam waktu lama.

Bambang memaparkan, perempuan berpeluang mengalami artritis rematoid lebih besar dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1. Kebanyakan pasien berusia 20-45 tahun. Meski tak mengakibatkan kematian, pasien akan menderita. Banyak pasien artritis rematoid kehilangan pekerjaan karena penyakit yang diderita membuatnya sulit beraktivitas.

Menurut Bambang, artritis rematoid tidak bisa disembuhkan dengan obat rematik biasa. Pembengkakan sendi pada artritis rematoid amat destruktif, menggerogoti tulang dan tulang rawan di sekitar kapsul sendi. Sendi yang rusak itu menyebabkan perubahan bentuk sendi. "Jari akan kaku dan berbentuk seperti leher angsa," ujar Bambang.

Pada awal pengobatan, pasien artritis rematoid biasanya diobati dengan obat anti inflamasi, baik yang steroid maupun nonsteroid. Jika tidak kunjung pulih, pasien dapat diberi agen biologik. Selain itu, terapi nonfarmakologis yang bisa dilakukan adalah fisioterapi dan rehabilitasi. Pembedahan bisa dilakukan jika kerusakan sendi sudah parah. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com