Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Kesenjangan Manfaat yang Diterima Peserta BPJS

Kompas.com - 26/05/2015, 18:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sama-sama menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun masyarakat di daerah tertinggal tidak mendapatkan layanan kesehatan yang sama dengan masyarakat di daerah perkotaan.

Daerah tertinggal pada umumnya memiliki fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia yang lebih sedikit. Misalnya saja, di Nusa Tenggara Timur baru menambah satu rumah sakit swasta dan hanya memiliki satu dokter spesialis bedah tulang. Sementara di DKI Jakarta ada 130 dokter spesialis.

"Satu rumah sakit besar di Jawa Tengah setiap bulan bisa mengklaim dana JKN sampai puluhan miliar, sementara di NTT klaim kurang dari jumlah itu untuk satu provinsi," kata Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM Laksono Trisnantoro dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (26/5/15).

Bahkan ada kekhawatiran dana JKN yang dianggarkan untuk daerah tertinggal yang tidak terpakai seluruhnya, karena faktor fasilitas kesehatan, akan dipakai lagi untuk menutup biaya di daerah yang lebih maju. Akibatnya kesenjangan pun akan semakin besar.

"BPJS itu ibaratnya adalah pohon mangga, sementara daerah-daerah yang memiliki galah untuk menyodok mangga yang paling bagus lah yang akan mendapat mangga terbanyak," katanya.

Untuk menyiasati kesenjangan tersebut, Laksono menyarankan dibuat sistem kompartemen yang terdiri dari beberapa kelompok, misalnya kelompok penerima bantuan iuran (warga miskin), kelompok perusahaan, dan kelompok pekerja bukan penerima upah (perorangan).

"Pemisahan yang tegas dari kompartemen ini akan memudahkan mengetahui subsidi silangnya di mana. Dana JKN juga bisa dijaga agar dana dari PBI yang tersisa misalnya tidak dipakai untuk kelompok perorangan yang kebanyakan adalah warga yang mampu," ujarnya.

Selain itu pemerintah harus mengejar ketertinggalan layanan kesehatan di daerah-daerah agar setara dengan kota-kota besar di pulau Jawa.

Dengan kemajemukan masyarakat Indonesia, Laksono juga mengharapkan pemerintah membuka akses kepada pihak swasta, misalnya mewajibkan masyarakat mampu membayar iuran JKN yang lebih besar atau mengikutsertakan asuransi komersil.

Direktur International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak mengatakan, Indonesia memiliki sistem pembayaran yang mengganti 100 persen biaya kesehatan, padahal di negara maju saja sudah tidak mampu.

"Negara kaya juga kewalahan, misalnya saja Jepang yang dulunya juga mengganti 100 persen, tapi sekarang mereka cost sharing 50 persen dibiayai pemerintah. Malaysia juga sekarang sudah membuka peran swasta. Sementara di Eropa memang dibayari penuh tapi pajak penghasilannya besar," kata Parulian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com