Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/07/2015, 15:19 WIB

Kanker kini termasuk penyakit yang tumbuh paling cepat di muka Bumi. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan, tahun 2030 akan ada 22 juta kasus di seluruh penjuru dunia, naik tajam dari 14 juta pasien pada 2012. Beragam riset dilakukan untuk membuat terobosan terapi kanker.

Sayangnya, menurut LAc Steven Liu, Presiden American Society for Laser Acupuncture Therapy, dalam paparan tertulisnya, belum ada metode yang efektif menangkal perkembangan kanker sampai sembuh total.

Pada Kongres Ke-10 International Society for Medical Laser Applications (ISLA) di Beverungen, Jerman, Jumat-Sabtu (12-13/6), Steven Liu mencatat, di Amerika Serikat ada 1,7 juta kasus kanker per tahun. Lebih dari sepertiganya atau lebih dari 1.600 orang per hari meninggal karena kanker. Di Tiongkok, ada 2,2 juta kasus tiap tahun dan di Indonesia ada sekitar 250.000 kasus baru kanker setiap tahun.

Teknologi terapi kanker di dunia ditandai kegagalan metode operasi secara radikal (radical mastectomy) pada awal hingga pertengahan abad ke-20. Menurut Liu, kegagalan itu dilanjutkan dengan gagalnya metode kemoterapi radikal hingga akhir abad ke-20.

Memasuki abad ke-21, selama 15 tahun terakhir metode terapi kanker berfokus pada teknologi baru menggunakan terapi target (targeted therapy) dan imunitas (immunotherapy). Namun, karena jenis obat berbasis terapi target ataupun imunitas amat terbatas, kebanyakan rumah sakit di dunia masih memakai kemoterapi sebagai metode utama. Kalaupun ada, obat-obat itu harganya amat mahal.

Menurut para ahli onkologi, tingkat kesembuhan kanker dengan kemoterapi yang dipakai secara luas masih rendah dengan biaya mahal. Biaya terapi Rp 70 juta-Rp 140 juta per tahun sebelum tahun 2000 dan lebih dari Rp 1,4 miliar per tahun untuk obat-obat yang ditemukan setelah 2012. "Itu terbatas bagi kasus kanker paru-paru, prostat, dan payudara yang terdeteksi pada stadium awal," kata Steven Liu.

Untuk kanker yang menyebar atau metastasis ke organ vital seperti paru-paru, hati, tulang, dan otak, rumah sakit di AS, Mayo Clinic, menyebutkan hanya 4 persen bertahan hingga 5 tahun. Seseorang dinyatakan sembuh dari kanker jika bertahan lebih dari 5 tahun sejak didiagnosis kanker. Itu tanpa memperhatikan penurunan mutu hidup pada penderita.

Mayo Clinic, dalam situsnya, memakai kata terbebas total (complete remission) atau tak berkembang (progressive-free) setelah 5 tahun sejak pertama didiagnosis menggantikan kata "sembuh". Untuk kanker, kata Steven Liu, mencapai tingkat itu sulit dan hanya fase awal, bukan kasus yang terdeteksi menyebar ke organ lain.

Energi rendah

Para peneliti, dokter, dan praktisi kesehatan yang tergabung dalam ISLA adalah komunitas ilmuwan dunia yang mengembangkan alternatif teknologi baru. Upaya pencarian dan pengembangan tersebut untuk menghadapi kanker terintegrasi dengan teknologi berbasis sumber energi rendah, seperti terapi laser level rendah (LLLT), sel induk, dan terapi kekebalan.

C-Tech Labs Edwar Technology, Indonesia, adalah satu dari sedikit pengembang teknologi yang berasal dari negara berkembang di bidang yang didominasi negara-negara maju seperti Jerman, Jepang dan AS. C-Tech Labs mengembangkan metode terapi kanker pertama di dunia yang memakai gelombang listrik berenergi rendah (kurang dari 30 watt) dinamakan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT).

Warsito P Taruno, Direktur CTech Labs yang juga penemu ECCT, dalam Kongres ISLA itu, memaparkan terapi kanker payudara stadium 4 yang menyebar ke paru-paru, organ hati, tulang, dan otak dengan ECCT. Hasil terapi yang disampaikan Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) itu mengundang pertanyaan dari para peserta kongres.

Dibandingkan dengan fakta tentang kanker dan teknologi terapi saat ini, hasil penggunaan ECCT dinilai "fantastis", tetapi mengundang keraguan sejumlah pihak. Kondisi puluhan pasien kanker stadium lanjut yang ditangani dengan ECCT membaik, dari semula tak mampu bangun dari tempat tidur hingga bisa kembali beraktivitas secara normal. Bahkan, banyak pasien yang sel kankernya tak terdeteksi lagi (complete remission) secara medis.

Warsito memaparkan hasil statistik pasien yang menjalani terapi ECCT, yang umumnya menderita kanker stadium lanjut. Dengan lama terapi rata-rata 2,5 tahun, tingkat bertahan hidup pasien rata-rata 80 persen untuk kasus kanker payudara, 75 persen untuk kanker otak, dan 57 persen untuk kanker paru-paru. Kondisi sekitar 90 persen dari total pasien yang bertahan hidup membaik, mencapai tingkat terbebas total ataupun sel kanker tak berkembang.

Mikhael Weber, Presiden ISLA-penemu terapi laser level rendah (LLLT) untuk kanker-dan Weber Laser yang teknologinya banyak dipakai di dunia, terkesan hasil terapi ECCT.

"Dengan menggunakan LLLT, ada kasus kanker payudara yang awalnya ukuran 5 sentimeter dalam 1 tahun mengecil hingga jadi 2 cm. Namun, melihat hasil ECCT dengan banyak kasus kanker yang menyebar ke organ lain bisa kembali normal, saya tak bisa komentar," ujar Weber saat datang ke klinik dan fasilitas riset C-Tech Labs di Tangerang, Banten, akhir 2014.

Dalam Kongres ISLA Ke-10, juga ditandatangani perjanjian kerja sama C-Tech Labs dan Medical Systems, perusahaan Weber, untuk memanfaatkan teknologi ECCT dalam terapi kanker di Jerman dan semua klinik Medical Systems di dunia.

Toshio Inui, ahli immunotherapy dari Jepang, dan Norbert Szalus dari Polandia adalah para ahli onkologi yang menerapkan ECCT untuk menangani pasien kanker stadium lanjut. Setelah menjalani terapi ECCT selama 6 bulan, kondisi sejumlah pasien mulai membaik. (DEDI MUHTADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com