Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/07/2015, 04:03 WIB
Anne Anggraeni Fathana

Penulis

KOMPAS.com — Osteoporosis selama ini dikenal sebagai penyakit pengeroposan tulang yang diderita oleh lansia. Padahal, penyakit itu juga dapat menyerang anak muda.

Penyakit tulang sistemik ini terjadi ketika kalsium pada tulang bergerak menuju darah dan menyebabkan pori-pori dalam tulang membesar. Dampaknya, penderita akan mengalami penurunan massa tulang dan kerapuhan karena struktur tulang yang berubah halus. 

Risiko patah tulang pun lebih tinggi untuk dialami, bahkan hanya akibat tekanan ringan sekalipun, seperti saat batuk. Biasanya patah tulang terjadi di pinggul, pergelangan tangan, dan tulang belakang. 

Ada dua jenis osteoporosis yang selama diketahui ini, yaitu primer dan sekunder. Osteoporosis primer merupakan pengurangan massa tulang mengacu pada faktor umur dan menopause. Sementara osteoporosis sekunder terbentuk sebagai efek samping dari penyakit atau obat-obatan tertentu. 

Penyebab osteoporosis 

Hilangnya massa tulang penderita osteoporosis terjadi secara berkelanjutan dan dalam jangka panjang. Sering kali tanpa menimbulkan gejala, itulah mengapa penyakit ini juga disebut silent epidemic killer

Beragam faktor yang memicu osteoporosis ini. Pertama, dapat disebabkan oleh gaya hidup tidak seimbang. Seperti dikutip Antara, berdasarkan penelitian Fonterra pada 2013 lalu diketahui bahwa masyarakat kota, terutama anak-anak muda dengan gaya hidup tidak aktif, yaitu kecenderungan untuk duduk dalam waktu lama, rentan terserang osteoporosis. 

Faktor kedua adalah keturunan dan lingkungan. Kepadatan tulang seseorang berkaitan dengan polimorfisme gen reseptor vitamin D (RVD) yang 75 persennya berasal dari keturunan. Rendahnya estrogen dan testosterone pada pria dan wanita juga merupakan pemicu serangan penyakit ini. 

Shutterstock Kepadatan tulang seseorang berkaitan dengan polimorfisme gen reseptor vitamin D (RVD) yang 75 persennya berasal dari keturunan.

Adapun faktor ketiga adalah efek medis dari penderita tumor, stroke, penyakit saluran pencernaan, dan penyakit yang membuat penderita berbaring lama. Selain itu, konsumsi obat-obatan seperti antikonvulsan, glukokortikoid, dan kemoterapi pun dapat menyebabkan penderita kehilangan berat massa tulangnya. 

Pengobatan dan pencegahan 

Untuk mencegah silent killer ini sebenarnya mudah saja. Dibutuhkan asupan nutrisi, misalnya mengatur pola makan cukup kalsium dan vitamin D. Masyarakat juga perlu memulai gaya hidup sehat, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, serta olahraga teratur. 

Meski mengerikan, bukan tidak mungkin penderita bisa menghentikan dan mengembalikan tulang yang sudah keropos. Pengobatan jangka pendek, seperti terapi penggantian hormon, dapat membantu mempertahankan massa tulang. 

Solusi lainnya dapat dilakukan melalui pengobatan sel induk. Kemampuan sel induk untuk berdiferensiasi sebagai jaringan dan organ baru merupakan modal utama penyembuhan dalam metode ini.

Saat ini penerapan metode penyembuhan seperti itu dapat ditemukan di Guangzhou Meyo Stem Cells Hospital, Tiongkok. Proses pengobatan dilakukan dengan menyuntikkan sel induk melalui intervensi arteri di sekitar lesi penderita

Setelah masuk dalam tubuh penderita, sel induk berperan merangsang perbaikan pada jaringan organ dan memancing tumbuhnya pembuluh darah baru. Secara sistematis, sel induk pun akan mengeluarkan sel-sel baru dan menyeimbangkan kekebalan tubuh. 

Dengan diperbaruinya sel dan jaringan tulang yang keropos dan rusak, maka akan terbentuk jaringan tulang yang lebih kokoh dan jaringan lainnya yang melengkapi. Optimistis, pengobatan ini dapat mengembalikan kekuatan tulang penderita osteoporosis sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com