Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2015, 14:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Pembalut wanita lama dijual dan digunakan di Indonesia. Namun, kandungan klorin di dalamnya belum ditetapkan dalam Standardisasi Nasional Indonesia.

Untuk itu, Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan mengkaji ulang SNI tentang pembalut wanita. "SNI berusia lima tahun ini akan direvisi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar sehingga standar itu dapat melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat," ujar Kepala BSN Bambang Prasetya di Jakarta, Jumat (10/7).

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memublikasikan temuan adanya pembalut wanita dan pantyliner mengandung klorin yang memicu kanker (karsinogenik).

Menurut Bambang, keluarnya standar harus memenuhi empat aspek, yaitu keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pelestarian lingkungan.

Revisi SNI tersebut, menurut Kepala Pusat Perumusan Standar BSN I Nyoman Supriyatna, dilakukan sesuai BSN untuk menyusun dan menetapkan SNI. Penyusunan standar melalui komite teknis yang terdiri dari unsur regulator, akademisi atau pakar, produsen atau pelaku usaha, serta konsumen.

Penyusunan SNI pembalut wanita tahun 2000 mengacu standar yang dikeluarkan Jepang pada 24 Mei 1966, yakni Guide to Quasi Drug and Cosmetic Regulation in Japan, Standards for Sanitary Napkins, dan MHW Notification No 285. Selain itu, juga memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 96/Menkes/Per/VI/1997 tentang Wadah, Pembungkus, Penandaan, serta Periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan.

Beberapa negara yang juga memiliki standar pembalut wanita antara lain India dan Amerika Serikat. Dalam Indian Standard (IS) 5405:1980, spesifikasi standar pembalut wanita adalah mencakup penyerap pada bagian dalam, pembungkus, ukuran, tingkat keasaman, dan aman dibuang ke lingkungan.

Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengeluarkan panduan bagi industri untuk tampon dan pembalut menstruasi. Pada panduan itu, di bagian karakteristik performasi, FDA merekomendasikan agar tampon bebas dari 2,3,7,8 tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) atau 2,3,7,8-tetrachlorofuran dioxin (TCDF) dan residu pestisida dan herbisida lain.

Adapun persyaratan yang diatur SNI 16-6363-2000, kata Bambang, meliputi persyaratan bahan kapas serap, kertas serap, katun serap rayon, katun olahan, karboksimetilselulosa, pulpa jonjot, dan kasa. Produksinya harus bersih, tak mengandung kotoran dan zat asing, tak menyebabkan iritasi atau efek lain yang membahayakan, tak melepaskan serabut pada waktu digunakan, tak berbau, serta lembut.

Warna harus putih, kecuali sebagai tanda atau identitas pada sisi yang tak bersentuhan tubuh. Selain itu, keasaman atau kebasaan harus netral terhadap fenolftalein dan metil.

Produk tidak berfluoresensi yang menunjukkan ada kontaminasi di sisi yang bersentuhan dengan tubuh. Daya serap tak kurang dari 10 kali bobot pembalut, tak mudah rembes, dan tak mudah sobek. (YUN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com