Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/07/2015, 15:00 WIB

Ancaman terhadap keamanan pangan bukan isu baru di Indonesia, termasuk penggunaan formalin untuk produksi tahu. Harian Kompas merekam fenomena itu 37 tahun lalu, dalam berita hari Rabu, 26 April 1978.

Saat itu, hampir semua tahu produksi Jakarta menggunakan formalin sebagai pengawet. Padahal, formalin adalah bahan kimia pengawet mayat. Penggunaan dalam jumlah banyak bisa memicu kekejangan perut. Itu diungkapkan Permadi, SH dari Yayasan Lembaga Konsumen atau YLK (sekarang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) saat Pekan Makanan Olahan Kedua, di Paviliun Ekspor APHJ, Selasa (25 April 1978) siang.

YLK sebelumnya melaporkan ke Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Departemen Kesehatan) dan Dinas Perindustrian DKI Jakarta. Namun, laporan tak ditanggapi.

Isu ini terus bergulir dan Kompas (5 Mei 1978) memuat pernyataan Kepala Dinas Perindustrian DKI Jakarta saat itu, Martono, yang menegaskan berita bahaya formalin hanya sensasi murahan dan merugikan pengusaha tahu.

"Yang jelas, sampai detik ini belum ada berita yang menyebutkan ada orang sakit atau meninggal lantaran makan tahu. Yang sering ada kejadian adalah orang meninggal karena makan tempe bongkrek, dan sebagainya," katanya.

Tampaknya, efek tidak langsung dari formalin dan bahan berbahaya lain saat itu memang belum jadi pengetahuan umum. Bahkan, di kalangan pemerintah. Padahal, dampak buruk formalin beragam, antara lain memicu kanker, perubahan sel dan jaringan tubuh, serta bisa merusak saraf tubuh.

Dan, 37 tahun berlalu. Pengetahuan publik berkembang. Namun, tahu berformalin terus saja ditemukan. Kompas (11/7) mencatat, polisi di Jakarta Barat menyita sekitar 100 kilogram tahu yang diproduksi menggunakan bahan berbahaya, salah satunya formalin. Nah.... (JOG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com