Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/07/2015, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional terkait dengan kenaikan iuran kepesertaan, merasionalisasi tarif, dan mengendalikan biaya. Di tengah minimnya anggaran, jika pemerintah tidak punya keleluasaan fiskal, bisa menggunakan pendapatan dari cukai rokok yang setiap tahun besarnya bertambah.

Hal tersebut disampaikan dua guru besar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) yang secara terpisah menanggapi defisit JKN tahun 2014 dan keberlanjutannya.

"Pemerintah harus mencari sumber anggaran untuk menjamin keberlanjutan JKN. Solusinya, naikkan iuran. Kalau tidak, maka sangat mungkin anggaran Kemenkes akan banyak tersedot untuk menambah iuran JKN. Oleh karena itu, cukai rokok yang besar bisa jadi sumber pembiayaan iuran JKN," kata Guru Besar Asuransi dan Ekonomi Kesehatan FKM-UI Budi Hidayat di Jakarta, Minggu (19/7).

Tahun 2016, Kementerian Kesehatan mendapat tambahan anggaran kesehatan yang besar. Anggaran tersebut termasuk Rp 19 triliun anggaran untuk iuran kepesertaan sebanyak 86,4 juta penerima bantuan iuran (PBI), yang besaranya Rp 19.225 per orang per bulan dalam JKN.

Apabila jumlah PBI ditambah atau kenaikan iuran JKN peserta PBI tidak optimal, maka anggaran kesehatan yang besar tadi akan banyak terpakai untuk menambah iuran JKN. Itu agar biaya layanan kesehatan memenuhi nilai keekonomian dan keberlanjutan program JKN terjaga.

Sementara itu, pada saat yang sama, Kemenkes juga memiliki banyak program kesehatan yang harus dibiayai untuk mencapai target pembangunan kesehatan.

Tahun 2016, anggaran fungsi kesehatan sekitar Rp 109 triliun (5,05 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN) atau naik dari Rp 75 triliun tahun 2015 (3,45 persen APBN). Dari jumlah itu, anggaran Kemenkes Rp 74,8 triliun atau 3,7 persen APBN.

Adapun tahun 2015, pemerintah menargetkan pendapatan dari cukai sekitar Rp 140 triliun. Dari sisi anggaran, itu adalah potensi keuangan negara.

Tawaran solusi

Sementara itu, Hasbullah Thabrany, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM-UI mengatakan, penggunaan cukai rokok untuk JKN adalah jalan keluar sama-sama menang. Dengan kenaikan cukai rokok, pemerintah mendapat tambahan pendapatan, program JKN terjamin keberlanjutannya, iuran peserta JKN meningkat, dan kualitas layanan kesehatan peserta JKN juga terjaga.

"Toh, cukai dibayar oleh konsumen, bukan oleh produsen rokok," ujarnya.

Kenaikan cukai rokok menurut Hasbullah tidak akan berpengaruh besar terhadap pembelian, karena sifat produk rokok yang inelastis. Target pendapatan cukai dinaikkan dua kali lipat saja, maka pemerintah bakal mendapat hampir Rp 300 triliun.

Dari sisi tanggungan kepesertaan, apabila jumlah peserta PBI ditambah menjadi 150 juta dengan iuran Rp 40.000 per orang per bulan, maka hanya membutuhkan dana Rp 72 triliun. "Di berbagai negara juga pendapatan cukai dikembalikan untuk kesehatan. Pemerintah jangan seolah-olah takut pada industri rokok," kata Hasbullah.

Beberapa waktu lalu, dalam rapat dengar pendapat umum, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Gatot Sudjito, menyatakan sepakat dengan usulan pengalokasian pendapatan dari cukai rokok untuk JKN. Di satu sisi, langkah itu dapat memperkuat program JKN, sedangkan di sisi lain kenaikan cukai rokok juga bisa menjadi bagian dari pengendalian tembakau. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com