Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2015, 14:00 WIB


Oleh ADHITYA RAMADHAN

KOMPAS.com - Gerakan anti rokok yang diinisiasi sekolah mulai bermunculan. Hal ini terjadi setelah hasil pemantauan iklan rokok di sekitar sekolah oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat disampaikan kepada sekolah.

 

Hal itu disampaikan anggota tim pemantau iklan dan promosi rokok dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Hendriyani, Sabtu (25/7), di Jakarta. Bersama dengan Lentera Anak Indonesia dan Smoke Free Agent, YPMA memantau iklan dan promosi rokok di sekitar sekolah pada 360 sekolah, mulai dari SD hingga SMA, di lima kota di Indonesia. Kelima kota itu adalah Jakarta, Bandung, Makassar, Mataram, dan Padang. Pemantauan dilakukan selama Januari-Maret 2015.

 

Hendriyani mengatakan, ketika hasil pantauan iklan rokok disampaikan kepada sekolah, banyak kepala sekolah dan guru menyatakan tidak sadar bahwa sekolah mereka "dikepung" iklan dan promosi. Mereka juga tidak mengetahui bahwa paparan iklan rokok dapat membuat anak sekolah mulai merokok.

 

Secara umum hasil pemantauan iklan dan promosi di sekitar sekolah menunjukkan, iklan rokok di media luar ruang dan tempat penjualan atau warung sekitar sekolah sangat banyak.

 

Setelah hasil pemantauan iklan disampaikan kepada sekolah, kepala sekolah, guru, dan bahkan siswa mulai tergerak untuk memulai gerakan anti rokok. Ada sekolah yang meminta pemilik warung membalik spanduk rokoknya agar tidak menghadap ke sekolah, misalnya. Ada juga yang mengusulkan gerakan anti rokok kepada ketua RT setempat. Kemudian, ketua RT membuat kebijakan anti rokok di komunitas, seperti melarang tukang ojek merokok ketika berhadapan dengan anak sekolah. Mereka juga membuat sendiri dan menyebarkan poster seruan anti rokok di lingkungan masyarakat.

 

"Di DKI Jakarta, beberapa sekolah akan mendeklarasikan diri sebagai sekolah anti rokok pada Agustus nanti. Hal ini juga akan dilakukan oleh banyak sekolah di daerah lain," kata Hendriyani.

 

Ia berharap gerakan anti rokok yang muncul dari komunitas itu dapat mendorong pemerintah melahirkan kebijakan pengendalian tembakau yang kuat.

 

Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, desakan masyarakat agar pemerintah mengeluarkan kebijakan pengendalian tembakau yang kuat sangat diperlukan. Terlebih pemerintah selama ini seolah takut pada industri rokok.

 

Akan tetapi, dukungan masyarakat dalam pengendalian tembakau selama ini masih minim. Penyebabnya adalah kurangnya kepedulian antara sesama masyarakat Indonesia dan persepsi masyarakat terkait isu pengendalian tembakau yang sangat beragam.

 

Hasbullah mencontohkan, sekalipun Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan bahwa rokok haram, belum semua orang Muhammadiyah memiliki pemahaman yang sama.

 

Di samping itu, kecilnya dukungan masyarakat dalam pengendalian tembakau, menurut dia, disebabkan oleh hubungan rokok dengan penyakit yang bersifat jangka panjang. Sebagian besar masyarakat tidak melihat penyebab kematian terkait kebiasaan merokok. Keluarga orang yang meninggal karena kanker paru, misalnya, tidak serta-merta mengaitkan kanker dengan rokok. "Orang cenderung mengaitkan kematian dengan penyebab terdekatnya (proximal cause)," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com