Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nafsiah Mboi Soal Perjuangan Almarhum Suaminya Lawan Penyakit

Kompas.com - 06/08/2015, 10:08 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Rasanya sudah cukup lama tak mendengar Nafsiah Mboi berbicara di atas podium setelah Menteri Kesehatan digantikan oleh Nila F Moeloek. Pagi itu, Nafsiah memberikan testimoni sebagai keluarga penderita resistensi antimikroba dalam acara seminar "Cegah Resistensi Antibiotik" di Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Keluarga yang dimaksud, tak lain adalah suami Nafsiah, dokter Aloysius Benedictus Mboi. Nafsiah melangkah pelan menggunakan tongkat ke atas podium. Menteri Kesehatan 2012-2014 itu kemudian langsung menceritakan bagaimana perjuangan suaminya melawan penyakit sebelum meninggal dunia pada 23 Juni 2015 lalu di Jakarta.

"Pada 40 hari lalu, suami saya meninggal. Diagnosanya adalah gagal jantung. Waktu keluar surat kematian dari lurah, sebab kematian: lanjut usia," ucap Nafsiah sambil menahan tangis.

"Mereka tidak tahu bahwa lima minggu sebelum meninggal, suami saya masuk dengan gejala septic shock. Sesak napas, keringat dingin, dan kesadarannya berangsur hilang," lanjut wanita berusia 75 tahun itu.

Dokter Ben kemudian dilarikan ke rumah sakit di Jakarta. Rumah sakit yang dikatakan Nafsiah memiliki akreditasi internasional dan mempunyai peralatan yang canggih. Dengan suara parau, Nafsiah melanjutkan, bahwa selama 5 minggu berjuang di rumah sakit, suaminya diberi lima jenis antibiotik untuk mengatasi infeksinya.

"Diberikan antibiotika pertama gagal, kedua gagal, ketiga gagal, keempat gagal. Kelima, jantungnya, ginjal, paru-parunya sudah tidak kuat," ucap Nafsiah.

Wanita yang pernah menjadi Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional itu menyadari, kematian suaminya di usia 80 tahun merupakan kehendak Tuhan. Namun, para dokter diminta untuk lebih teliti dalam menjalankan profesinya.

Nafsiah juga mengingatkan agar para dokter tak sembarangan memberikan antibiotik kepada setiap orang yang sedang sakit. Ia mengungkapkan, dalam penelitian yang pernah dilakukan, hanya 27 persen dokter di Indonesia yang memberikan resep antibiotik sesuai peruntukkannya.

"Yang lain, dokter spesialis sudah pendidikan tinggi tetapi memberikan obat antibiotik suka-suka," kata Nafsiah.

Antibiotik seharusnya hanya digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh kuman atau bakteri. Ia juga mengatakan, bahwa seharusnya antibiotik tidak dijual bebas di apotek. Nafsiah berharap, masalah ini segera dicegah, dihentikan, dan ditindak. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk lebih peduli.

"Buat apa saya datang ke sini, pincang-pincang naik di atas podium ini? Saya datang ke sini untuk menyampaikan, ini bisa terjadi pada saudara semua. Pada usia berapa pun," ujarnya.

Nafsiah mengatakan, acara untuk membahas resistensi antibiotik telah digelar setiap tahun. Ia berharap akan ada perubahan yang lebih baik dalam mengatasi masalah ini ke depannya.

Masalah resistensi antibiotik atau antimikroba tak hanya sedang dihadapi di Indonesia, tapi juga di dunia. "Semoga saya masih hidup untuk melihat Indonesia menggunakan antibiotik kepada manusia maupun pada hewan dengan secara rasional dan evidence based. Semoga," tutup Nafsiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com