Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/09/2015, 09:55 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Banyak stigma yang berkembang mengenai seseorang yang melakukan bunuh diri. Bunuh diri dinilai sebagai perbuatan dosa, orang yang lemah, hingga dianggap orang tidak beragama. Bagi keluarga, bunuh diri sering kali dianggap sebagai aib.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Albert Maramis mengatakan, stigma tersebut membuat seseorang yang ingin bunuh diri menjadi takut untuk mencari bantuan dan menceritakan masalahnya kepada orang lain.

“Kalau cerita mau bunuh diri, takut langsung dbilang dosa. Orang jadi enggak berani cerita masalahnya," kata Albert dalam diskusi di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (11/9/2015).

Albert mencontohkan, salah satu stigma yang terjadi di masyarakat misalnya, ketika ada orang bunuh diri tidak boleh dimakamkan di pemakaman keluarga. Keluarga pun biasanya menutupi bahwa kematian terjadi karena bunuh diri sehingga banyak kasus bunuh diri yang tidak terdata.

Dalam kesempatan yang sama, Konsultan Kesehatan Jiwa dari WHO perwakilan Indonesia Priska Primastuti mengatakan, stigma bisa membuat seseorang makin depresi dan merasa tertekan. “Ada stigma, mereka segan untuk bercerita sehingga enggak mencari pertolongan dan jadi makin depresi,” kata Priska.

Pendiri yayasan pencegahan bunuh diri Into The Light, Benny Prawira mengatakan, pemberitaan di media juga bisa memunculkan stigma. Sering kali pemberitaan di media massa menimbulkan spekulasi, misalnya bunuh diri karena terlalu cerdas. Padahal, bunuh diri sendiri terjadi karena adanya masalah yang kompleks dan tidak bisa disebut karena alasan tunggal.

Untuk itu, mereka yang sedang depresi menghadapi masalah butuh pertolongan. Kepada orang terdekat, seseorang yang ingin bunuh diri setidaknya dapat menceritakan masalahnya. Setelah itu, mereka bisa diajak untuk berbicara dengan psikolog mapun psikiater. Dengan begitu, pencegahan bunuh diri dapat dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com