Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/09/2015, 12:15 WIB
Pengalaman buruk dengan pesawat terbang, apalagi kecelakaan, selalu memberi getaran rasa ngeri yang kuat bagi siapa pun. Bagi penyintas atau orang yang lolos dari celaka, pengalaman itu memberi torehan makna tersendiri dalam hidup mereka sesudahnya.

Masih begitu lekat dalam ingatan Letnan Kolonel Nav Arif B (41) pengalaman menggetarkan jiwa pada hari Lebaran tahun 2003. Kala itu, ia bertugas sebagai navigator pesawat Hercules yang terbang dari Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta menuju Lanud Abdul Rachman Saleh di Malang.

Malam sebelumnya, Arif terbang dengan pesawat yang sama dari Medan ke Jakarta (Halim) melalui Pekanbaru dan Palembang. Penerbangan berlangsung lancar tanpa kendala apa pun. "Pada saat itu malam Lebaran. Kami tiba di Halim saat magrib dan sudah takbiran. Malam itu kami mendapat perintah untuk terbang ke Malang keesokannya setelah shalat Id," cerita Arif.

Hercules berpenumpang sekitar seratusan orang itu mampir di Yogyakarta dan Madiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Dari Madiun, pesawat lanjut terbang menuju Malang. Arif sempat melihat langit menuju timur berawan tebal dan mengusulkan penerbangan ditunda. Namun, sang kapten saat itu akhirnya memutuskan terus lanjut dan melewati jalur normal seperti biasa.

Ketika mendekati Kota Mojokerto, di ketinggian 9.500 kaki, sisi kanan dan kiri pesawat ada awan tebal, tetapi di area tengah bersih dan jelas. Tiba-tiba, pesawat seperti kehilangan daya, padahal mesin tetap hidup. "Pesawat tiba-tiba menukik ke bawah, mesin tetap hidup, tetapi tidak punya daya angkat sama sekali," kata Arif.

Pesawat terjun bebas dalam keadaan berputar menyerupai spiral. Suasana di kokpit pesawat pun benar-benar tegang. Tak ada daya untuk mengubah keadaan selain ucapan-ucapan istigfar.

"Saya hanya terpikir ini mungkin waktunya saya mati. Kita sudah di pintu nyawa mau dicabut. Kita enggak berdaya, mau lari ke mana pun enggak bisa. Yang berkelebat di kepala saya hanya wajah keluarga, bapak, ibu, istri, saudara-saudara. Mereka belum saya telepon, belum minta maaf," kenang Arif, yang ketika itu belum punya momongan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com