Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Komplikasi Medis yang Bisa Terjadi pada Bayi Prematur

Kompas.com - 27/09/2015, 19:58 WIB
Lily Turangan,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bayi prematur lahir ketika usia kandungan ibu kurang dari 37 minggu dengan berat badan di bawah normal yaitu kurang dari 2,5 kilogram. Hal ini menyebabkan organ-organ tubuh bayi tidak berfungsi dengan baik dan berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan.

Bayi yang lahir terlalu dini memiliki tantangannya tersendiri, baik untuk si bayi maupun untuk orangtua. Jika Anda memiliki bayi prematur, penting diingat untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai kesehatan, cara memberi makan/ASI, perawatan dan kemungkinan penyakit atau kelainan yang akan dialami bayi.

Bekerjasama dengan petugas kesehatan profesional adalah hal yang mutlak penting. Berikut informasi awal mengenai kesehatan bayi prematur dari March of Dimes Foundation, sebuah yayasan non-profit berbasis di Amerika Serikat yang khusus menangani kesehatan ibu dan anak.

Komplikasi medis

Apakah anak saya akan tumbuh dengan normal? Apakah ia akan sakit-sakitan? Dua pertanyaan ini paling sering ditanyakan oleh orangtua yang memiliki bayi prematur. Jujur saja, memang ada beberapa komplikasi medis yang umum dimiliki oleh bayi prematur, mulai dari komplikasi ringan sampai berat. Contohnya, bayi yang lahir di usia kandungan belum 32-34 minggu, cenderung memiliki masalah pencernaan. Kondisi-kondisi medis lain yang mungkin terjadi pada bayi prematur adalah:

1. Respiratory distress syndrome (RDS)

Disebut juga sindrom gangguan pernapasan. Gangguan ini terjadi karena paru-paru bayi belum  matang sehingga  tidak bisa menghasilkan zat surfaktan dalam jumlah memadai. Surfaktan memungkinkan permukaan  paru-paru mengembang dengan baik ketika bayi keluar dari dalam rahim untuk menghirup udara secukup yang bayi butuhkan. Singkatnya, surfaktan diperlukan paru-paru agar bisa bernapas bebas.

Selama ini, pemberian surfaktan oleh dokter telah terbukti membantu bayi RDS bernapas dengan lebih mudah. Sejak pengobatan dengan surfaktan diperkenalkan pada 1990, kematian akibat RDS telah berkurang sekitar setengahnya.

Seorang dokter mungkin mencurigai bayi memiliki RDS jika bayi terlihat sulit bernapas, atau pernapasannya cepat dan pendek-pendek. Pemeriksaan sinar-X pada paru dan pemeriksaan darah sering mengonfirmasikan diagnosis. Seiring dengan pengobatan surfaktan, bayi dengan RDS mungkin membutuhkan oksigen tambahan dan bantuan pernapasan mekanik untuk menjaga paru-paru mereka tetap lega.

Mereka dapat menerima pengobatan yang disebut continuous positive airway pressure (CPAP), yaitu pemberian udara bertekanan ke paru-paru bayi. Udara dapat dimasukkan melalui selang kecil di hidung atau ke dalam batang tenggorokannya.

2. Apnea

Bayi prematur kadang-kadang mengalami berhenti bernapas selama 20 detik atau lebih. Gangguan pada pernapasan seperti ini disebut apnea, dan mungkin disertai dengan denyut jantung yang lambat.

Bayi prematur seharusnya terus dimonitor untuk melihat apakah dia memiliki apnea. Jika bayi berhenti bernapas, perawat akan merangsang bayi untuk mulai bernapas dengan cara menepuk-nepuk atau menyentuh telapak kakinya.

3. Intraventricular hemorrhage (IVH)

Disebut juga perdarahan intraventrikular. Pendarahan di otak terjadi pada beberapa bayi prematur, terutama yang lahir sebelum usia kandungan 32 minggu. Pendarahan biasanya terjadi pada tiga hari pertama kehidupan dan umumnya didiagnosa dengan pemeriksaan USG.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com