Dalam program tersebut, akan dipilih 430 duta 1000 HPK. Sebanyak 430 duta yang telah bersertifikat itu akan memberikan pelatihan terhadap 3.500 bidan. Kemudian, 3.500 bidan akan memberikan pelatihan ke 10000 kader di Posyandu. Targetnya, edukasi mengenai 1000 HPK akan sampai di 1 juta keluarga.
Irma mengatakan, dalam sejumlah studi mengenai strategi promosi produk makanan bayi dan anak, ditemukan bahwa industri sengaja menggunakan metode line extension. Penelitian menunjukkan, desain dan logo yang sering dilihat akan memengaruhi keputusan ibu untuk lebih memilih produk.
"Kok branding-nya banyak banget. Kalau mau berkontribusi menurunkan angka kekurangan gizi, enggak usah pakai branding enggak apa-apa dong," ujar Irma.
Selain itu, isi modul pelatihan ternyata tidak sesuai dengan semangat untuk memberikan yang terbaik pada bayi selama 1000 hari pertama kehidupan. Isi modul secara keseluruhan hanya fokus dengan ASI eksklusif selama 6 bulan yang artinya baru tercapai180 hari.
Dalam salah satu lembar modul juga dituliskan bahwa setelah 6 bulan bayi diberi makanan pendamping ASI, yaitu bubur tepung buatan sendiri dan ditambah susu formula. Dokter Spesialis Anak Utami Roesli dari Sentra Laktasi Indonesia mengungkapkan, isi modul itu jelas keliru.
Seharusnya, pemberian ASI tanpa susu formula diberikan selama dua tahun atau lebih, sesuai dengan program 1000 HPK milik pemerintah. Dengan demikian, modul dan isi materinya dicurigai sebagai salah satu strategi pemasaran poduk.
Menurut Irma, hal ini jelas melanggar Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI. Kementerian Kesehatan pun telah menerbitkan surat penghentian sementara program Duta 1000 HPK sejak 2 Oktober 2015.
"Kami mendukung program yang bagus ini. Kerja sama dengan pihak swasta boleh, tapi jangan ada konflik kepentingan. Tidak melibatkan pihak yang mau dagangkan produknya," ujar anggota GKIA lainnya, Nia Umar.