Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/10/2015, 15:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) selama ini menjadi patokan aman atau tidaknya seseorang menghirup udara di luar maupun dalam rumah selama bencana kabut asap. Semakin tinggi ISPU semakin berbahaya bagi kesehatan.

Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Agus Dwi Susanto menjelaskan, ISPU ditetapkan berdasarkan lima pencemar utama, karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10).

"Dari konten kandungan berbahaya yang menentukan ISPU, maka asap rokok bisa meningkatkan kontribusi ISPU karena kandungan CO-nya dan juga particulate matter (PM)," terang Agus saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/10/2015).

Namun, asap rokok kontrobusinya tidak terlalu tinggi terhadap ISPU di udara luar ruangan. Untuk di luar ruangan, yang meningkatkan ISPU, yaitu asap kendaraan, industri, dan untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan tentunya asap kebakaran hutan.

"Kalau merokok, kontribusi besar sebagai indoor air pollution (polusi udara dalam ruangan)," kata Agus.

Meski demikian, merokok pun sangat tidak disarankan pada warga yang terpapar kabut asap. Asap rokok hanya akan memperburuk kondisi kesehatan korban kabut asap.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengingatkan bahwa masyarakat perlu memperhatikan kadar ISPU. Jika ISPU di atas 50, bayi sudah tidak disarankan ke luar rumah atau harus segera dievakuasi ke tempat yang udaranya lebih sehat.

Jika ISPU mencapai angka 200, maka sudah berbahaya bagi anak-anak. Anak-anak yang duduk di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama harus diliburkan jika ISPU lebih dari 200.

Kemudian, ISPU di atas 300 sudah berbahaya dan masyarakat diminta tidak banyak melakukan aktivitas di luar rumah. Apalagi bagi ibu hamil, orang lanjut usia, dan yang sudah menderita penyakit kronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com