Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Rasanya Saat Menjalani Terapi Oksigen Hiperbarik di RSAL Mintohardjo

Kompas.com - 15/03/2016, 08:05 WIB
Lily Turangan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Duka mendalam masih terasa setelah kemarin, Senin (15/3/2016), sebuah kebakaran melanda ruang hiperbarik Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo. Empat orang meninggal akibat kebakaran ini.

Menurut Kadispen TNI AL Laksamana Pertama M Zainudin, kebakaran terjadi akibat korsleting listrik di ruang tabung chamber Pulau Miangas, Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) RSAL Mintohardjo.

Pasien yang ada di dalam tabung hiperbarik terbakar dan tidak dapat diselamatkan. Salah satu korban adalah mantan Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Purn) Abubakar Nataprawira.

Para korban adalah pasien yang sedang menjalani salah satu terapi terbaik yang ada, terapi oksigen dengan menggunakan alat bernama hiperbarik. Lalu, apa itu terapi hiperbarik?

Hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang menggabungkan oksigen murni dan tekanan udara 1,3-6 atmosfer (ata) di dalam ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) alias hyperbaric chamber.

Berbeda dengan oksigen biasa yang diangkut darah, oksigen bertekanan udara tinggi mudah larut ke seluruh jaringan tubuh yang ada cairan, dari darah, sistem getah bening, saraf, hingga tulang. Semakin banyak oksigen terserap, akan semakin baik bagi kemandirian tubuh dalam memperbaiki jaringan yang rusak.

KOMPAS Infografik Terapi Hiperbarik
Terapi hiperbarik juga biasa dilakukan oleh para penyelam atau orang yang punya hobi menyelam. Mochamad Achir, presenter stasiun TV SCTV, adalah salah satu yang pernah melakukan terapi ini untuk kepentingan penyelaman.

"Jadi, terapi hiperbarik dilakukan sebelum dan sesudah kita menyelam. Tujuannya untuk menetralkan kadar nitrogen dalam darah dan melatih tekanan udara ke tubuh kita. Terapi dilakukan sekitar 15-30 menit," katanya.

Terapi hiperbarik mengurangi risiko pengurangan tekanan udara atau "the bends" yang terjadi akibat gelembung gas nitrogen mulai terbentuk di paru-paru dan aliran darah ketika penyelam naik ke permukaan air. Akibatnya, darah yang mengalir bisa terhalang dan merusak pembuluh darah.

Sebelum melakukan terapi, Achir diminta untuk melakukan dua kali pemeriksaan kesehatan. Pasalnya, untuk bisa melakukan terapi hiperbarik, orang yang bersangkutan harus dalam kondisi sehat, tekanan darah harus normal, dan tidak ada kelainan gendang telinga.

Di dalam ruang terapi yang berbentuk kapal selam, peserta terapi diharuskan memakai masker oksigen. Ketika mesin dinyalakan, akan terasa tekanan udara yang lebih tinggi dibanding tekanan udara di ruang biasa.

Bayangkan seperti saat Anda naik pesawat atau berada di dalam air, saat itu tekanan udara berangsur tinggi dan telinga terasa mampat. Inilah yang disebut tahap dekompresi.

KOMPAS/LASTI KURNIA Seorang pasien memasuki chamber atau ruang udara bertekanan tinggi di Hyperbaric Centre, Rumah Sakit TNI AL, Dr. Mintohardjo, Jakarta, Rabu (31/5/2006). Walau awalnya merupakan terapi bagi para penyelam yang mengalami keracunan nitrogen akibat dekompresi, namun secara klinis sejak tahun 1800 telah digunakan secara umum untuk terapi berbagai masalah kesehatan seperti stroke, vertigo, asma, dll.
Pada tahap ini, tekanan dalam ruangan hiperbarik secara bertahap ditingkatkan. Suhu ruangan akan naik bersamaan dengan kenaikan tekanan udara. Setelah sesi selesai, tekanan dalam ruangan akan dikembalikan secara bertahap pula.

"Di dalam ruang terapi, kami boleh minum dan makan permen. Mungkin maksudnya untuk menetralisasi efek tekanan udara tinggi," kata Achir lagi.

Selain untuk memperbaiki jaringan sel tubuh dan mengurangi risiko bahaya pada penyelam, terapi hiperbarik juga bermanfaat untuk membantu penyembuhan luka yang membandel, seperti luka pada penderita diabetes.

Selain itu, terapi ini dilakukan untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh dalam mengatasi infeksi dan membantu pembentukan cabang-cabang pembuluh darah baru untuk mengatasi penyumbatan dan kerusakan pembuluh darah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com