BrandzView
Halaman ini merupakan kerja sama antara Prodia dan Kompas.com

Gampang Capek dan Sering Pusing, Yakin Cuma Anemia?

Kompas.com - 28/04/2016, 09:47 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Pernahkah Anda merasa kepala pusing bukan kepalang, tubuh lemas, rona wajah memucat, dan pada malam hari kesulitan tidur? Sudah begitu segala makanan tak terasa lezat?

Banyak orang mengira semua rasa itu adalah gejala anemia atau tekanan darah rendah. Kelelahan kerja juga kerap jadi kambing hitamnya.

Namun, bila gejala tersebut kerap kambuh dan obat “penambah darah” untuk gejala anemia tak kunjung memulihkan badan, bagaimana? Bisa jadi, semua rentetan gejala itu memang bukan pertanda anemia.

Gejala-gejala di atas juga merupakan penanda saat seseorang menderita kelainan darah thalassemia. Penyakit genetik ini menyerang kemampuan sumsum tulang belakang memproduksi protein pembangun hemoglobin.

Akibatnya, total hemoglobin dalam sel darah merah tak mencukupi batas normal. Padahal, hemoglobin bertugas mengangkut oksigen—bahan bakar untuk badan mendapat energi dari nutrisi makanan—dari paru-paru ke seluruh tubuh.

Bila pasokan oksigen berkurang karena hemoglobin tak mencukupi, otomatis tubuh tak berfungsi dengan baik. Jadi, bukan kebetulan penderita thalassemia mengalami gejala sama seperti anemia.

Periksa lebih dalam

Secara umum, ada dua jenis thalassemia, yaitu minor dan mayor. Pada thalassemia jenis minor, jumlah hemoglobin lebih sedikit ketimbang orang normal.

Gejala mudah lelah dan tak bertenaga seperti pada penderita anemia menjadi penanda thalassemia minor. Bedanya, obat anemia tak akan manjur buat penderita kelainan ini.

Lain lagi dengan penderita thalassemia jenis mayor. Produksi hemoglobin penderita kelainan ini turun drastis sampai-sampai butuh transfusi darah secara berkala untuk bertahan hidup. Tanpa transfusi, tubuh penderita hanya akan bertahan antara satu tahun hingga delapan tahun.

Karena sifat penyakit ini adalah bawaan genetis, para penderitanya harus menghindari pekerjaan yang menguras tenaga agar tak tumbang sewaktu-waktu. Lalu, pola makan juga harus dibenahi untuk memastikan kecukupan pasokan energi.

Satu lagi, keberadaan penyakit karena kelainan genetis seperti thalassemia merupakan alasan penguat tentang pentingnya melakukanmedical chekup (MCU) secara berkala. Kelainan-kelainan seperti ini hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan menyeluruh terhadap tubuh.

Thinkstock Ilustrasi medical check-up

Banyak kejadian, orangtua baru menyadari anaknya menderita thalassemia saat sang buah hati memasuki usia 18 bulan. Bahkan, penanganan medis kerap terlambat karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman soal thalassemia.

Padahal, thalassemia juga rawan menghadirkan komplikasi bila tak ditangani dengan tepat, terutama bila indikasinya adalah thalassemia mayor. Kelainan terkait kemampuan produksi hemoglobin bisa berbalik menggerus sumsum tulang belakang, yang terpaksa bekerja lebih keras untuk menghasilkan protein pembentuk hemoglobin itu.

Penderita thalassemia pun rawan mengalami pembengkakan hati dan gagal jantung. Belum lagi, sel darah penderita thalassemia mudah hancur dan tak punya cukup kemampuan mengolah zat besi. Ketika tak terolah, kadar berlebih zat besi dalam darah akan tertimbun—terutama—di jantung dan hati.

Putus rantai genetis

Walau tampak normal dan tak memiliki rentetan gejala seperti di atas, seseorang bisa saja membawa gen (carrierthalassemia. Lalu, bagaimana cara menahan laju pertambahan angka kejadian thalassemia?

Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah memutus rantai genetis kelainan ini. Jika sesama carrier  menikah, ada 25 persen kemungkinan anak mereka menderita thalassemia berat (mayor) dan  peluang 50 persen si buah hati menjadi carrier juga.

Thinkstock Ilustrasi periksa darah

Ada baiknya Anda melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh alias MCU sebelum melangkah ke kursi pelaminan. Meskipun nasib, jodoh, dan kematian merupakan takdir Tuhan, mencegah penyakit berdasarkan ilmu pengetahuan juga bukan larangan.

Kalaupun Anda sudah menikah dan sedang merencanakan kehamilan, MCU sebaiknya dilakukan pula, sebagaimana saran Kementerian Kesehatan. Tujuannya tetap sama, yaitu menekan risiko berlanjutnya rantai penyebaran thalassemia.

Terlebih lagi, thalassemia tak populer seperti stroke, jantung koroner, atau stroke, meski kelainan ini sama berbahayanya. Jumlah penderita thalassemia di Indonesia juga cukup banyak.

Survei Kementerian Kesehatan  mendapati di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam saja ada 250 anak menderita thalassemia mayor.Ketua Pengurus Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassemia (POPTI), Aceh Heru Noviar, menyebut Aceh merupakan sabuk thalassemia di Indonesia bahkan dunia.

“(Angka) pembawa sifat (carrier thalassemia) tertinggi di dunia ada di Aceh,” ungkap Heru.

Data klinik thalasemi menyebutkan pula, pada 2013 ada sekitar 600 orang hingga 700 orang penderita thalassemia yang harus rutin menjalani transfusi di rumah sakit di Bandung, Jawa Barat. Dari jumlah itu, 450 di antaranya adalah anak-anak. Diperkirakan ada 2.000 penderita thalassemia di Jawa Barat.

Sudah siap MCU?


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com