Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2016, 14:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Para ilmuwan di Universitas Stanford, Amerika Serikat, mengembangkan tes darah sederhana untuk membedakan penyebab infeksi, apakah virus atau bakteri. Diharapkan, setelah melihat hasil tes yang keluar dalam beberapa jam, dokter akan bijak menentukan apakah pasien perlu diberi antibiotik atau tidak.

Koordinator penelitian dari The Institute for Immunity, Transplantation, and Infection Universitas Stanford, Timothy Sweeney, mengatakan, gejala akibat infeksi bakteri dan virus pada pasien yang mengunjungi fasilitas kesehatan sering terlihat mirip. Contohnya, sakit tenggorokan bisa gejala radang akibat bakteri Streptococcus atau influenza biasa akibat virus.

"Sering kali dokter sulit mencari tahu apakah bakteri atau virus yang membuat pasien sakit," ujar Timothy, seperti dikutip livescience, Rabu (6/7). Akhirnya, tidak jarang dokter meresepkan antibiotik untuk penyakit yang sebenarnya disebabkan virus.

Antibiotik tak akan efektif menyembuhkan penyakit akibat bakteri. Pemberian antibiotik tidak tepat dapat memicu kuman kebal terhadap obat antibiotik. Muncul resistensi antimikroba.

Karena itu, tes darah baru dikembangkan untuk membedakan penyakit akibat infeksi bakteri dan akibat infeksi virus. Dengan demikian, peresepan obat termasuk antibiotik kian tepat.

Purvesh Khatri, asisten profesor kedokteran pada Universitas Stanford, memaparkan, peneliti mengembangkan tes darah berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yakni sistem kekebalan tubuh memberi respons berbeda pada infeksi virus dan infeksi bakteri.

Tes darah itu bekerja dengan melihat aktivitas tujuh gen dalam tubuh seseorang. Gen itulah yang bertanggung jawab atas produksi molekul tertentu yang digunakan sistem kekebalan tubuh ketika merespons infeksi. Gen akan menghasilkan molekul yang bervariasi, bergantung pada penyebab infeksi. Variasi molekul itulah yang dapat dihitung dengan tes darah.

Setelah dipakai memeriksa 96 sampel darah anak pasien sepsis, hasilnya tes darah baru mampu mengoreksi 90 persen diagnosis sepsis akibat bakteri dan 55 persen diagnosis sepsis akibat virus.

Hasil tes darah akan keluar setelah 4-6 jam pemeriksaan. Sebagai aplikasi klinis, durasi itu dinilai masih lambat. Para peneliti berharap hasil tes bisa lebih cepat. Selain itu, diperlukan uji coba yang lebih luas sebelum mengaplikasikan tes darah baru ini pada fasilitas kesehatan.

Dampak

Tes darah untuk menentukan penyebab infeksi akan sangat bermanfaat untuk menekan terjadinya resistensi antimikroba.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jika tak dikendalikan, resistensi antimikroba diperkirakan menyebabkan 10 juta kematian di dunia setiap tahun, serta menyebabkan kehilangan produk domestik bruto 2-3,5 persen pada 2050. Hal itu belum termasuk menurunnya produktivitas karena sakit dan ongkos pengobatan mahal.

Pendiri Yayasan Orang Tua Peduli, Purnamawati Sujud, menyatakan, pengetahuan masyarakat tentang resistensi antimikroba belum merata. Perlu edukasi menggunakan antibiotik.

Meski demikian, masyarakat bisa berperan mengendalikan resistensi antimikroba dengan cara tidak mengonsumsi antibiotik saat terserang influenza, diare akut tanpa darah, campak, ataupun cacar. (ADH)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juli 2016, di halaman 14 dengan judul "Tes Darah Menentukan Penyebab Infeksi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com