Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sariawan Tak Kunjung Sembuh, Ternyata Derita Kanker Lidah

Kompas.com - 07/09/2016, 11:49 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Machdiatari (54), warga Rawamangun Jakarta Timur, mulai merasakan ketidakberesan pada lidahnya pada 2014. Wanita yang diakrab disapa Tari ini baru menyadari sariawan yang dideritanya sejak setahun terakhir tak kunjung sembuh. Saat itu, luka sariawannya sudah melebar dan seperti ada daging tumbuh.

Tari lalu mencari informasi tentang penyakitnya di internet dan menemukan gejalanya mirip dengan ciri-ciri kanker. Tak yakin dengan yang dibacanya, Tari lalu meminta putri sulungnya, Natasya yang sedang sekolah kedokteran untuk memeriksanya. 

Curiga dengan luka sariawan itu, Tari disarankan berobat ke dokter.  Ditemani Natasya, Tari lalu memeriksakan diri ke dokter bedah terkenal di sebuah rumah sakit di Jakarta. Dokter menyarankan agar langsung dioperasi saja karena ukuran luka di lidahnya sudah terlalu besar dan sulit dibiopsi.

"Saat itu saya sangat takut karena dokter akan memotong hampir setengah sisi kiri lidah. Ini untuk memastikan lidah bersih dari sel kanker," katanya di sela acara peluncuran buku Catatan Hati Pejuang 9 Kanker yang ditulis oleh Priska Siagian di Jakarta (4/9/2016).

Ia juga berusaha membandingkan pemeriksaan dengan beberapa dokter. Hampir semuanya memberikan diagnosis yang sama.

Saat itu yang terbayang adalah lidahnya dipotong dan tidak bisa lagi berbicara. Wanita yang bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi ini memilih tidak mengikuti saran para dokter yang ditemuinya.

"Semua dokter-dokter mengatakan lidah saya harus dipotong dan nanti kalau ada penyebaran harus dipotong lagi. Lidah akan ditambal dengan daging dari bagian tubuh lain," katanya.

Rasa putus asa dengan kondisinya, tapi Tari akhirnya menuruti saran suaminya, Didi RS Adi untuk mencari pengobatan kanker ke negeri China. Ibu dua anak ini lalu berkonsultasi dengan perwakilan FUDA Cancer Hospital di Jakarta.

"Suami dan anak-anak sangat semangat mendorong saya berobat, padahal waktu itu kami tidak punya bayangan akan seperti apa di Fuda, juga tentang biayanya," ujarnya.

Ditemani keluarganya, Tari akhirnya memutuskan berangkat ke rumah sakit Fuda di Guangzhou, Tiongkok. Kondisi kankernya sudah semakin parah dan hampir separuh wajahnya bengkak. Ia tidak bisa makan dan berbicara. "Menelan setetes air pun tidak mungkin. Seolah-olah wajah dan tenggorokan saya terpisah," katanya.

Hasil biopsi menegaskan sariawannya adalah kanker lidah stadium 2. Tari pun kemudian menjalani rangkaian pengobatan di rumah sakit tersebut. Dia menjalani prosedur cryosurgery, yaitu pembekuan sel kanker hingga suhu -160 derajat celsius.

"Tindakannya hanya sebentar, tapi setelahnya sakit sekali. Karena kankernya ada di bawah lidah, jadi lidah seperti dibalik agar sel kanker bisa diterapi. Selama 4 hari kemudian saya tidak bisa tiduran, hanya bisa duduk," ujarnya.

Setelah tindakan tersebut Tari menjalani pemulihan selama 17 hari sampai kondisinya membaik. Dokter lalu  melanjutkan dengan tindakan kemoterapi pertama.

Kemoterapi yang diterapkan di rumah sakit tersebut berupa kemoterapi lokal, yaitu kemoterapi yang langsung menuju pada pusat sel kanker.

Kompas.com/Lusia Kus Anna Machdiatari, penyintas kanker lidah.
Setelah kemoterapi, beberapa hari kemudian ia pulang ke Jakarta dan dua hari kemudian sudah kembali bekerja walau kondisinya belum terlalu sehat. "Biar tidak stres kalau di rumah saja," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com