Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/10/2016, 17:00 WIB
Dian Maharani,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

Sumber Dailymail

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah penelitian dalam beberapa tahun belakangan ini mengungkapkan, insomnia bukan terjadi setelah seseorang mengalami depresi. Sebaliknya, insomnia justru terjadi di awal, hingga kemudian memicu depresi.

Alice Gregory, seorang Guru Besar Psikologi di University of London mengatakan, kurang tidur pada malam hari bisa membuat seseorang tak bisa mengendalikan emosinya. Dia pun mengungkapkan bagaimana kurang tidur pada akhirnya bisa memicu depresi.

Ia menuturkan sebuah penelitian yang fokus pada amigdala, yaitu area otak yang memainkan peran penting terkait emosi dan tingkat kecemasan seseorang.

Dalam penelitian itu, mereka yang kurang tidur menunjukkan respon amigdala sangat besar ketika diberikan gambaran emosi negatif dibanding mereka yang cukup tidur.

Bagian otak yang mengatur amigdala juga terlihat lemah. Itu artinya, ketika kurang tidur, mereka kurang mampu mengendalikan emosinya. Alice juga melakukan penelitian genetik untuk melihat hubungan antara depresi dan insomnia.

Orang yang insomnia juga akan lebih rentan mengalami depresi. Selain itu, insomnia dan depresi juga sama-sama menurunkan sistem kekebalan dan menimbulkan peradangan dalam tubuh.

Dengan begitu, memperbaiki kualitas tidur dipercaya dapat mencegah, atau bahkan mungkin mengobati depresi. Peneliti menemukan, ketika insomnia dapat diatasi, kecemasan dan gejala depresi pun berkurang.

Saat ini penelitian masih dilanjutkan untuk melihat apakah mengatasi masalah kurang tidur juga membantu mengobati masalah kesehatan jiwa lainnya.

Maka, mulai lah mengatur jam tidur dan bangun tidur dengan teratur. Jadikan kebiasaan tidur yang cukup sebagai gaya hidup sehat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com