Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/12/2016, 13:56 WIB

Tuntutan hidup di perkotaan membuat jam tidur orang berubah. Tekanan hidup, hiburan 24 jam di kamar tidur, dan buruknya tata lampu jalan yang membuat kota terang benderang sepanjang malam kian menyulitkan orang untuk memulai tidur. Manfaat kesehatan tidur pun terbuang dan ancaman berbagai penyakit degeneratif meningkat.

Pagi menjelang. Wahyu (40), warga Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (25/11), masih terjaga. Tubuhnya bergolek ke kanan dan kiri di ranjangnya. Meski suasana kamar dan kondisi ranjang dibuat senyaman mungkin untuk tidur, matanya sulit terpejam.

Akhirnya, Wahyu memilih bangun dan keluar kamar tidur. Membaca sejumlah bacaan di ruang keluarga dan menonton video di internet jadi pilihan. Setelah shalat Subuh, ia masuk kembali ke kamar tidur dan tertidur seiring terbitnya matahari.

Pekerja bidang kreatif itu lebih sering bekerja pukul 13.00-24.00. Meski kadang bekerja sejak pagi, kebiasaan tidur jelang pagi itu sulit berubah. Walau terbangun saat matahari hampir di atas kepala, ia bisa tidur 5-6 jam sehari dan merasa baik-baik saja.

Meski berusaha tidur cepat sesuai saran dokter, atau karena ingin beraktivitas lain di pagi hari, Wahyu sulit tidur lebih awal. "Makin berusaha tidur, saya kian susah tertidur," ujarnya.

Tidur adalah proses aktif tubuh di malam hari. Saat tidur, proses biologis penting yang berdampak besar bagi kesehatan terjadi, mulai dari konsolidasi energi dan memori, perbaikan kesehatan otak, hingga perbaikan dan pertumbuhan sel tubuh.

Proses evolusi membuat jam biologis tubuh menuntut manusia tidur pukul 21.00-22.00. Pada jam itu, hormon melatonin yang mengontrol jam tidur dan berbagai fungsi kesehatan tubuh dikeluarkan. Makin gelap suasana kamar tidur, kian banyak melatonin dihasilkan.

Kondisi yang dialami Wahyu bukan insomnia, tetapi gangguan irama sirkadian yang membuat seseorang tak bisa tidur dan bangun sesuai jam biologis tubuh. Mereka tidur sesuai kebutuhan orang dewasa 7 jam sehari dan siklus tidurnya tercapai sehingga bangun dalam kondisi segar.

"Mereka hanya tak bisa tidur sesuai jadwal alami tubuh," kata Astuti, ahli tidur yang juga dokter spesialis saraf di Klinik Tidur dan Memori Rumah Sakit Sardjito-Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jumat (11/11).

Namun, orang dengan gangguan irama sirkadian tak mendapat manfaat penuh tidur karena hormon yang dihasilkan saat jam tidur normal tak optimal. Mereka jadi mudah lelah dan daya tahan tubuh turun.

Adapun insomnia adalah gangguan menjaga mutu tidur. Tandanya antara lain sulit memulai tidur, mudah terbangun saat tidur dan sulit tidur kembali, mudah tidur tapi bangun terlalu dini, dan bisa tidur tapi tak mencapai fase tidur dalam atau nyenyak.

Saat bangun tidur, mereka lelah, mengantuk, dan loyo. Konsekuensinya, saat beraktivitas pagi hingga siang, mereka mudah mengantuk, sensitif, mudah marah, dan hidup tak bermutu. Dampak panjangnya, mereka rentan penyakit degeneratif, seperti jantung dan stroke.

Praktisi kesehatan tidur di RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta, Andreas Prasadja, menilai, untuk memastikan seseorang terkena gangguan irama sirkadian atau gangguan tidur lain, seseorang harus mendapat penanganan dokter lebih dulu. "Banyak warga kota yang tidurnya tak cukup saat hari kerja justru balas dendam dengan banyak tidur akhir pekan," ujarnya.

Adapun kelompok remaja dan dewasa muda punya irama sirkadian unik. Mereka produktif jelang tengah malam hingga tidurnya mundur 3-4 jam. Namun, di Indonesia, sekolah mulai pukul 06.30 atau 07.00, saat mereka dalam jam biologis untuk tidur.

Perbaiki ritme tidur

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com