Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/02/2017, 16:10 WIB

KOMPAS.com - Sulami, penderita penyakit langka sehingga tubuhnya terbujur kaku, batal dioperasi. Menurut tim dokter untuk saat ini operasi belum bisa dilakukan karena risiko infeksi.

Setelah dua pekan dirawat, sejak Rabu (25/1), di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah, Sulami (35) diizinkan pulang ke rumah neneknya di Sragen, Selasa (7/2).

Selama di RSUD Dr Moewardi, Sulami ditangani tim dokter. Tim itu terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, ortopedi, radiologi, dan rehabilitasi medis. Ia didiagnosis ankylosing spondylitis systemic sclerosis kombinasi diffuse idiopathic skeletal hyperostosis karena faktor genetika.

Menurut dokter spesialis ortopedi Rieva Ermawan, Operasi untuk menjadikan lutut atau panggul bisa ditekuk kembali berisiko tinggi. Kini ada luka di kaki bawah yang terkena infeksi. Luka itu karena gatal yang digaruk dengan tongkat kayu untuk alat bantu berjalan.

Selain itu, jika operasi dilakukan, infeksi bisa menjalar pada luka bekas operasi di lutut ataupun panggul. Jika jaringan lunak penyangga tulang tak berfungsi optimal, operasi sia-sia.

Di sisi lain, Sulami beradaptasi dengan kondisi tubuhnya selama 20 tahun. "Bukan saatnya operasi, lebih penting meningkatkan mutu hidup," kata Rieva.

Ketua Tim Dokter RSUD Dr Moewardi Arif Nurrudin menambahkan, Sulami mengalami trismus (kaku sendi rahang) sehingga mulut tak bisa membuka sempurna. Itu membuatnya sulit makan sehingga asupan gizi tak maksimal. "Fokus kami memperbaiki kondisi umum dan asupan gizi," ujarnya.

Dokter spesialis radiologi di RSUD Dr Moewardi, Widiastuti, menambahkan, menurut pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging, ada pertumbuhan tulang baru tak semestinya karena pengapuran jaringan lunak. Sendi-sendi menyempit sehingga terjadi kekakuan gerak tubuh. "Pada otot, bentuknya seperti normal. Karena lama menderita kelainan ini, terjadi pengecilan dan kaku," katanya.

Menurut Arif, obat-obatan diberikan untuk mengendurkan kekakuan otot. Namun, terapi itu amat terlambat karena Sulami menderita penyakit itu selama 20 tahun.

Kini penanganan fokus pada rehabilitasi medis buat mengurangi kebergantungan Sulami kepada orang lain. Jadi, Sulami dibekali alat bantu makan dan kebersihan diri sesuai keterbatasan gerak tubuh. Pemerintah Kabupaten Sragen membantu pengobatan perempuan itu.

Sulami mulai mengalami gejala penyakitnya saat kelas IV SD. Saudari kembarnya, Paniyem, juga menderita penyakit sejenis. Paniyem meninggal pada 2012.

Sehari-hari, Sulami tinggal bersama Suginem (83), adik dari kakek Sulami, karena orangtuanya merantau ke Jakarta. Painem, ibu Sulami yang telah kembali ke kampung di Selorejo, tak mampu membantu putrinya karena terkena stroke.

Meski berusia senja, Suginem terus mengupayakan pengobatan bagi Sulami dan kakaknya, baik medis maupun tradisional. Selama ini, Sulami lebih banyak terbaring di kasur berdipan kayu. Meski demikian, harapannya untuk bisa beraktivitas normal tak pernah pupus. (RWN)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul "Derita Sulami yang Terbujur Kaku".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com