Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hujan Partikel Misterius Landa Bumi, Pengirimnya Sungguh Sulit Diduga

Kompas.com - 19/11/2017, 20:09 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Pada saat ini, sebuah "mesin kosmik" tengah menghujani bumi dengan partikel misterius bernama positron. Tidak ada seorang pun yang tahu wujud asli dari "mesin kosmik" tersebut dan jumlah partikel yang dilemparkannya melebihi perkiraan para peneliti.

Kebingungan para peneliti dimulai pada 2008 ketika instrumen luar angkasa PAMELA mendeteksi jumlah positron yang melebihi perkiraan di atmosfer bumi. Jumlah ini bahkan mencapai 10 kali lipat dari yang seharusnya.

Para peneliti pun bertanya-tanya, dari mana positron sebanyak itu berasal?

Positron adalah antimateri dari elektron; dan selama bertahun-tahun, para peneliti meyakini bahwa pulsar (bangkai bintang yang berputar dengan cepat) di dekat bumi melemparkan partikel-partikel tersebut dengan kecepatan tinggi.

Pasalnya, pulsar yang bisa berputar dengan kecepatan di atas 700 kali per detik akan mengobrak-abrik lingkungannya dan menabrakkan partikel satu sama lain, termasuk elektron dan positron.

Jika positron memiliki cukup kecepatan dan energi, mereka bisa menghindari lingkungan pulsar dan bergerak di alam semesta. Dalam perjalanannya, positron-positron ini bisa mencapai bumi.

Bila tidak cukup cepat, positron akan bertumbukan dengan elektron dan menghasilkan foton sinar gamma yang dapat dideteksi dengan mudah oleh para peneliti.

Namun, studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science  berkata lain. Para peneliti berpendapat bahwa sumber partikel-partikel ini lebih eksotis dari pulsar, seperti materi gelap yang merupakan 80 persen dari massa alam semesta.

Baca Juga : Sebuah Sinyal Beri Petunjuk soal Bulan Alien Pertama di Alam Semesta

Dikutip oleh National Geographic, Kamis (16/11/2017), salah satu penulis studi, Ruben Lopez Coto dari Max Planck Institute untuk Fisika Nuklir, berkata bahwa pada awalnya, dia dan timnya juga meyakini bahwa sumber positron adalah pulsar Geminga dan PSR B0656+14 yang juga disebut Monogem.

Kedua pulsar tersebut dinilai cukup umur dan cukup dekat dari bumi untuk dapat melemparkan positron sebanyak itu ke atmosfer kita.

Dalam usaha untuk membuktikan hipotesis ini, para peneliti pun menggunakan observatorium sinar gamma High-Altitude Water Cherenkov (HAWC) yang berada di Meksiko.

HAWC terdiri dari 300 tangki air murni. Ketika sinar gamma menyentuh atmosfer bumi, mereka menghasilkan hujan partikel berenergi tinggi, dan ketika partikel-partikel ini menembus HAWC, observatorium tersebut bersinar biru.

Para peneliti kemudian menelusuri kembali arah datangnya sinar gamma tersebut untuk menemukan sumbernya.

Akan tetapi, data dari HAWC menunjukkan bahwa partikel yang datang dari pulsar Geminga dan Monogem terlalu lambat untuk menjelaskan kelebihan positron atmosfer bumi.

“Untuk bisa sampai di sini sekarang, partikel-partikel tersebut harus sudah berangkat sebelum pulsar terbentuk,” kata penulis lainnya, Hao Zhou dari Los Alamos National Lab, kepada Space.com, Kamis (16/11/2017).

Zhou mengatakan, perhitungan kami tidak serta merta membuktikan bahwa sumbernya adalah materi gelap, tetapi teori lain yang berusaha untuk menjelaskan fenomena ini sebagai akibat dari pulsar perlu mencocokkan dengan data yang baru.

Selain materi gelap, tim peneliti berkata bahwa kemungkinan lain yang perlu diperhitungkan adalah sisa-sisa supernova dan microquasar, sebuah obyek super terang yang tercipta ketika materi terseret oleh lubang hitam.

Baca Juga : Fenomena Misterius Ini Bukti Alam Semesta Kita Bukan Satu-satunya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com