Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Astronot Shalat dan Puasa Kala Matahari Terbit 16 Kali Sehari

Kompas.com - Diperbarui 28/03/2023, 18:54 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Mungkin Anda pernah mendengar mengenai astronot muslim yang tinggal selama beberapa waktu di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Tapi, pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana astronot menjalankan ibadah di luar angkasa?

Pertanyaan ini pernah didiskusikan pada 2007 ketika Malaysia akan mengirimkan astronot pertamanya ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama 10 hari.

Baca juga: Astronot Muslim di Luar Angkasa, Bagaimana Tentukan Kiblat Shalat?

Ketika Sheikh Muszaphar Shukor dikirim ke ISS pada 10 Oktober 2007, sebetulnya bulan puasa pada tahun itu hanya tinggal dua atau tiga hari saja.

Namun, Shukor yang telah berpuasa selama pelatihan berkata bahwa dia tetap ingin berpuasa ketika di ISS.

Masalahnya, ISS mengelilingi bumi 16 kali dalam sehari yang berarti matahari terbit dan terbenam setiap 90 menit. Selain itu, dengan kecepatan tersebut, ISS mengalami kondisi mikrogravitasi yang menyulitkan para astronot untuk berlutut.

Kebingungan ini pun akhirnya dijawab oleh Dewan Fatwa Nasional Malaysia yang menerbitkan buku panduan untuk beribadah di ISS.

Mereka menulis, puasa bisa dilakukan di ISS atau Qada’ (kompensasi) di Bumi (selama bulan Ramadhan). Waktu untuk berpuasa disesuaikan dengan zona waktu dari lokasi diluncurkannya astronot.

Pernyataan tersebut kembali dijelaskan oleh mantan Menteri Sains Malaysia, Jamaluddin Jarjis, yang berkata kepada  Space.com, 24 September 2007, bahwa Shukor diperbolehkan untuk mengundur puasanya hingga kembali ke bumi.

Baca juga: Studi Buktikan, Gerakan Shalat Bantu Kurangi Sakit Punggung

Untuk soal shalat, Dewan Fatwa Nasional Malaysia juga berkata bahwa durasi 24 jam-nya harus disesuaikan dengan zona waktu lokasi diluncurkannya astronot.

Jika arah Kabah di Mekkah sulit untuk ditentukan, astronot bisa menggunakan gambar Kabah atau bumi sebagai kiblat.

Lalu untuk wudhu, astronot bisa menggunakan tisu atau handuk basah yang disediakan di ISS.

“Bentuk postur tubuh (seperti berdiri, membungkuk, dan berlutut) disesuaikan dengan kondisi di ISS,” tulis Dewan Fatwa Nasional Malaysia.

Stasiun Luar Angkasa Internasional  
 (Image credit: Headspace Studio) Stasiun Luar Angkasa Internasional

Jika astronot tidak bisa berdiri tegak, astronot bisa mencoba untuk berdiri dengan postur apa pun. Bila masih kesulitan, astronot boleh duduk dan membungkuk dengan mendekatkan dagu ke lutut atau tempat berlutut.

Namun, jika astronot benar-benar tidak bisa mengubah posturnya sama sekali, Dewan Fatwa Nasional menyarankan untuk menggunakan kelopak mata sebagai indikator perubahan postur selama shalat atau bahkan sekadar membayangkan urutan shalat.

Baca juga: Berapa Kalori yang Terbakar saat Shalat? Studi Ungkapkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com