KOMPAS.com - Sexsomnia atau seks yang terjadi ketika seseorang melakukan tindakan seksual saat tidur.
Melansir dari Medical News Today dan Healthline, sebagian besar penelitian yang tersedia telah menemukan bahwa episode sexsomnia terjadi selama non-rapid-eye-movement (NREM) atau tahap siklus tidur terdalam tanpa mimpi.
Mimpi seksual tidak dianggap sebagai jenis sexsomnia karena tidak melibatkan tindakan atau perilaku fisik selain dari gairah dan ejakulasi.
Baca juga: Benarkah Seks Oral sebabkan Kanker Tenggorokan?
Namun, sexsomnia biasanya akan melibatkan tindakan dan perilaku fisik.
Oleh karena itu, kondisi ini harus diwaspadai karena dapat membahayakan orang di sekitar.
Sexsomnia dianggap sebagai jenis parasomnia, aktivitas, perilaku, atau pengalaman abnormal yang terjadi selama tidur nyenyak.
Namun banyak fakta tentang sexsomnia, seperti penyebab pastinya, berbagai gejala, dan prevalensinya, tidak dipahami.
Sexsomnia adalah kondisi yang relatif baru, dengan kasus resmi pertama dilaporkan pada tahun 1986.
Menurut sebuah studi tahun 2015, hanya 94 kasus seks tidur yang telah didokumentasikan di seluruh dunia.
Sexsomnia juga sangat sulit dipelajari dalam jangka panjang karena terjadi secara acak pada malam hari.
Baca juga: Sakit saat Berhubungan Seks karena Endometriosis, Coba 5 Tips Berikut
Sexsomnia sering menyebabkan sentuhan diri atau gerakan seksual, tetapi juga dapat menyebabkan seseorang mencari keintiman seksual dengan orang lain tanpa sadar.
Sexsomnia juga dapat terjadi bersamaan dengan aktivitas parasomnia lainnya, seperti berjalan sambil tidur atau berbicara.
Terkadang pasangan, teman sekamar, atau orang tua, yang pertama kali memperhatikan gejala kondisi tersebut.
Pasangan seksual mungkin juga memperhatikan bahwa pasangan mereka memiliki tingkat agresi seksual yang meningkat secara tidak normal dan penurunan hambatan secara acak di malam hari.
Gejala umum episode sexsomnia meliputi: