KOMPAS.com - Anak-anak yang tinggi badannya di bawah rata-rata atau pendek (stunting), berpotensi mengalami berat badan berlebih atau obesitas. Selain itu potensi kecerdasan mereka juga bisa terganggu. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, tercatat sekitar 38 persen balita di Indonesia tergolong stunting.
"Sebenarnya ini masalah lama, tetapi selama ini pemerintah lebih fokus pada kondisi gizi buruk dan gizi kurang," kata Dr.Yustina Anie Indriastuti, Sp.GK, di sela acara penghargaan pemenang kompetisi "Dokter Cilik Mahir Gizi" yang diadakan Nestle Indonesia (30/1/2012).
Ia menjelaskan, anak yang pendek lebih rentan kegemukan karena saat mereka sudah besar dan makannya bertambah, tinggi badannya tidak bisa bertambah lagi, sehingga hanya berat badannya saja yang naik.
"Status stunting pada anak sebenarnya dapat dilihat dengan mengukur tinggi badan dan berat badan anak secara rutin kemudian dilihat grafiknya di KMS. Dengan demikian bisa dilakukan upaya perbaikan gizi," kata dokter yang akrab disapa Anie ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, semakin dini anak stunting ditingkatkan status gizinya, makin bisa dioptimalkan kesehatannya, termasuk tinggi badannya. "Di usia sekolah, yakni usia 10-12 tahun akan terjadi percepatan pertumbuhan anak. Di masa ini, bila gizinya cukup anak masih bisa bertambah tinggi," imbuhnya.
Faktor genetik memang berperan dalam tinggi badan anak, tetapi Anie mengatakan bahwa faktor gizi dan lingkungan juga berkontribusi. "Kalau gizinya optimal dan rajin olahraga tinggi badan anak bisa maksimal bahkan melebihi orangtuanya,"pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.