JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah "obat kuat" yang selama ini digunakan masyarakat untuk obat-obatan khusus pria dapat menjebak dan menyesatkan konsumen. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai peredaran obat-obatan ilegal berlabel "obat kuat".
Direktur Standardisasi Obat Tradisional Kosmetik dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Hary Wahyu, menegaskan, istilah obat kuat tidak pernah ada dalam kamus kedokteran, sehingga arah pengobatan yang akan dicapai pun tidak jelas.
"Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga tidak pernah memberikan persetujuan edar produk dengan kegunaan atau indikasi sebagai obat kuat," katanya saat acara temu media di Kantor Badan POM, Kamis, (5/7/2012).
Hary mengungkapkan, BPOM hanya memberikan persetujuan edar bagi obat-obatan yang diindikasikan untuk disfungsi ereksi, di mana dalam penggunaannya harus ada pengawasan dan resep dokter. Gangguan disfungsi ereksi sendiri biasanya disebabkan oleh faktor fisik atau kejiwaan.
"Tetapi penyakit disfungsi ereksi tidak berarti sama dengan persepsi orang mengenai obat kuat," katanya.
Hary menduga, beberapa jenis obat yang dinamai 'obat kuat' yang beredar di pasaran kemungkinan mengandung bahan kimia sildenafil sitrat dan tadalafil. Kandungan ini sebetulnya sama dengan obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan disfungsi ereksi. Namun perbedaannya, pada obat-obatan disfungsi ereksi, diagnosa, aturan pakai, dan kadarnya jelas karena berdasarkan anjuran dokter.
"Tidak ada pihak yang menjamin terhadap kebenaran isi kadar dari produk yang disebut sebagai obat kuat," jelasnya.
Hari memperingatkan, penggunaan obat kuat yang mengandung obat kimia tanpa diagnosa yang jelas dapat menimbulkan efek samping yang serius dan bahkan kematian. Bahkan pada orang dengan riwayat hipertensi, konsumsi obat kuat kemungkinan dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Memberdayakan Masyarakat
BPOM, kata Hary, akan terus melakukan berbagai upaya untuk memberantas peredaran obat palsu yang kini semakin menjamur di masyarakat. Salah satu upayanya adalah dengan memberdayakan masyarakat melalui sosialiasi dan edukasi.
"Dengan memberdayakan masyarakat, bisa diputus supply dan demand. Jadi kalau nggak ada demand otomatis nggak ada supply," katanya.
Masyarakat harus diberikan pemahaman yang benar tentang ancaman kesehatan dari obat kuat. Selain edukasi dan sosialisasi, BPOM akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti polisi, dinas kesehatan setempat dan Pemda dalam melakukan operasi ke lapangan.
"Kami dari Badan POM tidak memposisikan bersebrangan dengan pedagang. Silahkan berdagang, tapi ketika yang dijual itu adalah sesuatu yang memberikan efek farmakologi dalam tubuh, maka harus dicermati," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.