Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/10/2012, 09:27 WIB

TANGERANG, KOMPAS.com - Kurangnya pemahaman para dokter mengenai depresi yang dialami pasien kerap menyebabkan timbulnya kesalahan dalam diagnosis. Dunia kedokteran sebenarnya sudah mengenal lama penyakit depresi yakni sejak tahun 1936. Namun di era modern ini, sisi psikologis dalam pelayanan kesehatan kerap kurang diperhatikan dan dokter hanya berkonsenrasi pada sisi biomedis saja.

Demikian diungkapkan Kepala Pusat Intelegensi Kesehatan Setjen Kementerian Kesehatan RI Eka Viora, dalam seminar bertemakan "Psycosomatic Medicine Comprehensive Care for Your Mind and Body", Sabtu (13/10/2012), di Rumah Sakit Omni Alamsutra Tangerang.

Menurut Eka, sebagian besar dokter saat ini masih belum melakukan diagnosis pasien secara menyeluruh. Saat memeriksa pasien, maka yang ia perhatikan hanya gejala fisik saja, namun sisi psikologis kerap kurang diperhatikan.

"Biasanya bapak ibu sebagai dokter di sini dalam mendiagnosa membutuhkan waktu berapa lama? Lima menit? Atau bahkan ada yang dua menit, itulah yang menjadi kebiasaan dokter dewasa ini" kata Eka.

Kepala Klinik Psikomatik RS.Omni Tangerang dr. Andri  SpKJ menegaskan, kurangnya pemahaman para dokter di lapangan mengenai pentingnya diagnosa dari sisi psikologis patut menjadi perhatian. Apalagi dalam etika kedokteran, komunikasi empatis itu menjadi salah satu hal penting dalam pelayanan kepada pasien.

" Dokter telalu fokus pada biomedis saja dan kurang peduli pada psikomedis. Padahal, dalam etika kedokteran itu, komunikasi empati itu nomor satu," ujar  Andri.

Eka menambahkan, dari sisi regulasi, pentingnya pelayanan kesehatan jiwa sebenarnya telah diatur dalam UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan.  Eka menjelaskan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan juga telah berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat.

"Kami sudah berupaya melakukan pelatihan seperti ini di daerah-daerah agar mengupayakan untuk tersedianya layanan kesehatan jiwa di puskesmas. Selain itu juga dilakukan pemberdayaan pada pelayanan primer yang sudah dilakukan sejak 2001 untuk pelayanan kesehatan jiwa namun memang dirasa belum merata" kata Eka Viora.

Lebih jauh Andri, menambahkan bahwa setiap pasien dapat merasakan keluhan yang berbeda saat mengalami depresi. Ada yang merasakan keluhan di perut, leher hingga kepala, dan bahkan ada pula yang di jantung sebagai bagian tubuh yang paling rentan. Banyak pasien menganggap dirinya tidak mengalami stres karena merasa dirinya baik-baik saja dengan aktivitas yang dimiliki, tanpa ia sadari bahwa sesungguhnya dirinya mengalami gangguan jiwa.

"Banyak pasien saya yang datang tidak merasakan dirinya stres. Memang beginilah hidup saya. Kalau saya stres karena pekerjaan, maka itu jadi bagian dari hidup saya, kalau dokter menyarankan saya untuk tidak boleh stres berarti saya harus berhenti kerja dong dok? Enggak bisa begitu dong dok, " tutur Andri menceritakan pengalamannya menangani pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau