Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/07/2013, 11:20 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com —
Para ilmuwan di Amerika Serikat semakin dekat mengungkap kelainan genetik down syndrome. Perkembangan ini diharapkan akan membantu mengatasi kelainan yang disebabkan oleh kelebihan kromosom ini.

Manusia terlahir dengan 23 pasang kromosom, termasuk dua kromosom jenis kelamin, sehingga setiap sel memiliki total 46 kromosom. Anak dengan down syndrome memiliki tiga, bukannya dua, salinan kromosom 21.

Kelebihan kromosom ini menyebabkan gejala, misalnya, kesulitan belajar, gangguan mental ringan sampai sedang, gangguan pertumbuhan tubuh, dan penampilan wajah yang khas (mongoloid).

Dalam riset yang dilakukan, para ilmuwan berhasil "mematikan" kromosom yang menyebabkan gejala-gejala down syndrome pada sel manusia di laboratorium. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Nature.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr Jeanne Lawrence dari University of Massachusetts Medical School ini menunjukkan bahwa mematikan kelebihan kromosom itu dimungkinkan secara teori meski untuk menerapkannya pada manusia masih diperlukan penelitian mendalam.

Lawrence dan tim memasukkan gen yang disebut XIST ke dalam sel punca orang dengan down syndrome yang ditumbuhkan di laboratorium.

Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan sel normal dengan cara mematikan satu dari dua kromosom X yang muncul di embrio wanita sehingga kelebihan kromosom X pada anak perempuan bisa dihindari.

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa gen itu mampu menghentikan kelebihan salinan kromosom 21 sehingga memperbaiki pola pertumbuhan tidak normal di sel.

"Hasil riset ini menunjukkan bahwa kita punya cara baru untuk meneliti down syndrome pada tingkat sel sehingga akan membantu mengembangkan obat untuk down syndrome," katanya.

Ia menambahkan, meski harus dibuktikan lewat riset lanjutan, dimungkinkan satu buah sel memperbaiki ekspresi berlebih dari seluruh kromosom.

"Ini membuat terapi genetik untuk down syndrome lebih mudah dibayangkan daripada sebelumnya," katanya.

Hasil penelitian ini disebutkan akan berdampak serius pada perkembangan terapi down syndrome di masa depan.

"Jalan memang masih panjang untuk mengetahui bagaimana hasil riset ini bisa diterjemahkan dalam terapi klinis, tetapi ini sangat membantu dalam pencarian terapi yang tepat untuk gangguan kesehatan yang dialami orang dengan down syndrome," kata Carol Boys, kepala asosiasi down syndrome, mengomentari hasil studi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com