JAKARTA, KOMPAS
Kedelai memiliki nilai gizi, terutama protein, hampir sama dengan sumber protein hewani, seperti daging, ikan, susu, dan telur. Selama puluhan tahun kedelai diandalkan sebagai sumber protein sebagian besar penduduk Indonesia. Kenaikan harga kedelai kini mengancam kecukupan protein penduduk golongan menengah bawah.

Berbagai referensi menunjukkan, kedelai kaya akan vitamin, terutama vitamin A dan vitamin B kompleks, serta berbagai mineral penting seperti zat besi, fosfor, seng, magnesium, kalsium. Kedelai menjadi sumber asam amino esensial pembentuk protein yang diperlukan tubuh.

”Kandungan asam amino kedelai hampir setara dengan asam amino yang terkandung dalam produk hewani, hanya kalah pada asam amino metionin dan sistin,” kata Nelis Imanningsih, peneliti pada Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Senin (2/9), di Jakarta. Asam amino yang tinggi pada kedelai antara lain isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, valin, dan arginin.

Kandungan fitoestrogen, dalam hal ini ganestein dan deidzein, pada kedelai merupakan komponen bioaktif yang memiliki fungsi fisiologis seperti estrogen untuk membantu penyerapan kalsium pada perempuan premenopause maupun menopause untuk mempertahankan massa tulang, sehingga mencegah osteoporosis.

Kedelai mengandung asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) yang bersifat menurunkan kadar kolesterol.

Hal serupa dikemukakan Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Made Astawan. Kedelai mengandung antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas sehingga bisa mencegah berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, hipertensi, dan diabetes serta penuaan dini.

Jika kedelai difermentasi dengan kapang Rhizopus sp menjadi tempe, asam amino dalam kedelai akan terurai menjadi rantai lebih pendek sehingga mudah dicerna.

Nelis menuturkan, peptida kedelai memiliki efek hipokolesterolemik (menurunkan kolesterol). Selain itu, akibat fermentasi, timbul vitamin B12 sebagai hasil metabolit dari kapang yang berperan dalam fermentasi tempe. ”Vitamin B12 biasanya hanya ada pada produk hewani, tapi khusus pada tempe ada,” kata Nelis.

Menurut Astawan, tempe yang puluhan tahun menjadi sumber protein murah bagi penduduk Indonesia kini sudah go international. ”Saat ini tempe sedang dalam tahap ke 5 dari 8 tahap untuk mendapatkan Codex (standar internasional untuk suatu produk) Tempe. Diharapkan tahun 2015 sudah ada Codex Tempe,” kata Astawan.

Masalahnya, lanjut Astawan, sekitar 70 persen kedelai di Indonesia diimpor, hanya 30 persen produk lokal. Jika kedelai tidak terjangkau produsen tempe dan tahu, ini bisa mengancam kecukupan protein masyarakat.

Astawan menyatakan, ada sejumlah kacang-kacangan yang memiliki nilai gizi mendekati kedelai, misalnya kacang komak (Lablab purpureus), kecipir, kacang koro. Namun, jumlahnya tidak banyak di pasaran. Selain itu, kata Nelis, jika kacang itu dibuat tempe, perlu waktu untuk diterima masyarakat secara luas.

Langkah terbaik, menurut keduanya, dalam jangka panjang meningkatkan produksi kedelai lokal. Dalam jangka pendek, pemerintah sebaiknya mengimpor kedelai untuk meningkatkan keterjangkauan penduduk. (ATK)