Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/11/2013, 10:01 WIB
Dr. Ari F. Syam Sp.Pd

Penulis

Sumber Kompasiana


KOMPAS.com —
Jika berpikir tentang osteoporosis, kita akan ingat tulang keropos. Jika tulang keropos, kita tahu bahwa tulang menjadi mudah patah. Hanya dengan terpeleset atau terbentur sedikit saja sudah menyebabkan tulang yang keropos tersebut patah.

Mencegah tulang keropos harus dengan meminum susu berkalsium tinggi. Ini yang menjadi bagian dari promosi susu kalsium. Tetapi, info yang beredar di masyarakat kadang-kadang menjadi kebablasan. Pasien saya, yang tulangnya sudah keropos, beranggapan, dengan minum susu kalsium, keroposnya segera membaik.

Padahal, jika sudah terjadi tulang keropos, perlu obat-obat lain selain meminum susu berkalsium. Selain itu, banyak juga pasien yang mengalami masalah sendi, misalnya pengapuran tulang karena sendi yang aus (osteoartritis/OA), beranggapan bahwa minum susu kalsium jadi solusi.

Info ini penting diketahui sehingga masyarakat jangan mudah termakan info yang meluas bahwa masalah sendi atau tulang hanya bisa diatasi dengan minum susu kalsium. Berlebihan dalam mengonsumsi kalsium juga bukan tanpa efek samping. Yang bisa terjadi adalah sembelit dan jika kalsium sudah menyebabkan kadar kalsium darah tinggi, itu dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal.

Tulang mengalami keropos tidak terjadi sekonyong-konyong, proses keropos tulang memerlukan waktu. Seseorang yang mengalami keropos tulang mengalami kondisi tersebut karena terpapar dengan kondisi yang tidak sehat dalam waktu panjang.

Memang ada beberapa faktor risiko yang tidak bisa diubah untuk terjadinya keropos tulang, antara lain, jenis kelamin wanita (wanita lebih berisiko dari pria), umur (semakin tua semakin risiko mengalami keropos tulang), ras (wanita asia lebih risiko dari ras lain), dan faktor keturunan.

Faktor risiko lain yang sebenarnya bisa dihindari adalah penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Saya melihat obat kortikosteroid sering digunakan oleh tukang obat atau terkadang dokter untuk mengobati pasien-pasien yang mengalami masalah nyeri sendi. Mungkin bisa saja nyerinya berkurang, tetapi pasien akhirnya berisiko mengalami tulang keropos pada kemudian hari.

Risiko utama dan yang paling mudah adalah menghindari konsumsi kalsium yang rendah. Konsumsi kalsium rendah sejak muda akan menyebabkan kepadatan tulang berkurang, selanjutnya menjadi keropos, dan mudah patah pada kemudian hari. Hal ini yang harus diingat oleh masyarakat, terutama pada wanita.

Solusinya harus rutin mengonsumsi produk-produk yang mengandung kalsium sejak usia muda. Susu memang sumber utama kalsium, tetapi bukan satu-satunya sumber kalsium. Makanan lain yang mengandung kalsium tinggi adalah sayur-sayuran, seperti bayam, kacang-kacangan, yogurt, ikan, keju, dan produk olohan susu yang lain. Jadi, susu bukan satu-satunya sumber kalsium.

Selain faktor makanan, beberapa gaya hidup yang bisa menyebabkan terjadinya tulang keropos adalah rokok dan mengonsumsi alkohol serta kurang gerak atau sehari-harinya lebih banyak duduk. Oleh karena itu, seseorang yang sudah didiagnosis kepadatan tulangnya kurang (osteopeni) atau bahkan sudah mengalami keropos, sebaiknya berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol, dan sebaikn yatetap bergerak. Tetapi, itu tentu dengan bergerak hati-hati dan menghindari jatuh. Kalsium dan vitamin D rutin diberikan kepada pasien dengan osteopeni atau osteporosis. Selain kedua vitamin dan mineral ini, perlu obat-obat lain yang diberikan untuk pasien dengan tulang keropos, antara lain bifosponat. Bahkan, pada kelompok pasien, diberikan hormon.

Penyakit OA ini beda dengan penyakit tulang keropos dan mengobatinya juga beda. Salah besar kalau ada informasi bahwa susu kalsium juga efektif mengatasi atau mencegah sendi mengalami pengapuran tersebut.

Pengapuran pada pasien tulang sering terjadi pada lutut. Orang yang mengalami pengapuran tulang susah berjalan dan timbul rasa nyeri pada lututnya jika digerakkan, misalnya dari jongkok berdiri atau dari duduk berdiri. Orang-orang dengan OA lutut sering memilih untuk shalat dengan cara duduk.

OA terjadi karena faktor umur dan keausan sendi. Sendi merupakan tempat penyanggah tulang, jika mengalami kerusakan akan menimbulkan nyeri. Jika kerusakan berlanjut, bisa saja terjadi pertumbuhan tulang pada ujung tulang tersebut berupa pengapuran pada sendi tersebut.

Beberapa risiko terjadinya OA adalah umur dan kegemukan yang membuat beban sendi bertambah berat untuk menyanggah tulang sehingga sendi mudah aus. Penggunaan sendi tertentu secara berulang-ulang juga berisiko untuk terjadinya kerusakan sendi, misalnya melakukan gerakan-gerakan berulang secara terus-menerus, misalnya pemain basket atau pemain bola.

Prinsip mengatasi OA adalah mengurungi kondisi yang memperberat OA, seperti penurunan berat badan, mengurangi aktivitas sendi yang sedang sakit, serta memperkuat otot yang menyanggah sendi yang sakit. Obat-obat terutama untuk menghilangkan sakit dan obat-obatan yang berperan sebagai pelumas. Pada kasus OA yang berat bisa saja sendi diganti dengan sendi protesa seperti bisa dilakukan pada sendi lutut. Mengkonsumsi kalsium tidak bisa mencegah terjadinya OA.

Mudah-mudahan informasi ini dapat memberikan gambaran bagaimana membedakan apa yang disebut tulang keropos atau apa yang disebut pengapuran tulang sehingga kita lebih bijaksana untuk mendapatkan informasi mengenai anjuran mengonsumsi susu berkalsium tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau